Redaksi Menerima kiriman tulisan baik opini, artikel dan lain-lain
Tulisan bisa dikirim via email ke alamat : pwkpii.mesir@gmail.com
Jazakumullah khairan katsiran

Wednesday, 21 March 2012

Ibu, mengapa kau menangis ?

Berjalan-jalan anda di sepanjang jalan kota. Masuklah anda ke pertokoan. Anda lihatlah televisi. Silahkan anda beli majalah. Anda akan menemukan dan setelah menghitung-hitung secara kasar anda akan menyimpulkan bahwa prosentase wanita lebih banyak dari laki-laki. Dan kalau anda tertarik, maka pertanyaan yang mengusik pemikiran adalah mengapa wanita begitu banyak berkeliaran dan seolah-olah kelihatan mereka lebih mendominasi kehidupan ini dibanding dengan laki-laki.

Foto : GoogleImage

Mencari jawaban ini anda tak usah repot-repot melakukan penelitian survei dengan mewawancarai mereka. Cukup mudah kalau anda mau menyidiakan waku untuk pergi ke toko buku. Dari sekian banyak buku anda akan menemukan berserakan buku tentang wanita. Anda akan menemukan kata-kata “Gender” suatu istilah yang talah cukup populer dalam wacana feminisme. Dan anda akan paham bahwa inilah salah satu wujud dari keberhasilan emansipasi wanita dari dominasi, marginalisasi dan eksploitasi.

Anda akan kaget dan mungkin jengkel bila melihat bagaimana kaum wanita melalui gerekan feminisme melontarkan kritik pedas yang bikin telinga anda gatal-gatal dan mempertanyakan keabsahan legitimasi struktural dan kultural terhadap posisi dan peran domistik-publik kaum wanita. Nah bagi wanita atau yang peduli terhadap nasib wanita, anda boleh bangga ternyata kaum wanita sudah hampir melewati tapal batas pembebasannya dari ranah domestik ke domain publik. Akan tetapi anda akan termangu dan bersedih bila melihat di sebelah kiri anda, di wilayah ke-Ibu-an yang menghaparkan cinta kasihnya pada semua. Lihatlah mata Ibu bengkak kerena terlalu banyak mengeluarkan air mata, Ibu mengis tersedu-sedu, Ibu bersedih, murung-durjana melihat onggokan bangkai busuk dari relaitas yang sesungguhnya.

Tanyakan pada Ibu, mengapa ia menangis, bukankah justru harus sebaliknya, Ibu ketawa, ceria dan bangga karena wanita sudah terbebas dari himpitan peran domistik dan diterima dengan uluran tangan kultur publik yang selama tabu bagi wanita. Tahukah anda Ibu menangis bukan kerena itu. Namun yang ditangisnya adalah mengapa babasnya wanita dari penjara domestik dan masuknya mereka ke wilayah publik, justru yang terjadi malah sebalaiknya. Dunia publik adalah penjara baru bagi wanita yang lebih dominatif dan eksploitatif dari yang sebelumnya, sehingga mereka semakin termarginalkan dari keidupan mereka sendiri.
Foto : Googleimage

Wanita di dunianya yang baru ini, justru kehilangan identitasnya, nalurinya dan martabatnya sebagia manusia yang seharusnya dihargai dan dijunjung tinggi. Mengapa..? Tidakkah kita melihat, bagaimana wanita dieksploitasi sedemikian rupa oleh dunia publik.

Sumber : Celoteh Zamzami Saleh

0 comments:

Post a Comment