Redaksi Menerima kiriman tulisan baik opini, artikel dan lain-lain
Tulisan bisa dikirim via email ke alamat : pwkpii.mesir@gmail.com
Jazakumullah khairan katsiran

Sunday 30 September 2012

Al-Ghazali, Ihya' dan pendidikan Jihad

Oleh : Uda Zami 

Imam Al-Ghazali

Mungkin tidak ada yang tidak kenal dengan Kitab Ihya' Ulumiddin. Begitu terkenalnya kitab ini bahkan hampir menyaingi tingkat ke-terkenal-an dan ke-terpopuler-an sang pengarangnya, Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali. Magnum Opus Imam Ghazali ini benar-benar kitab dahsyat. Hampir seluruh aspek kehidupan dibahas dengan sudut pandang seorang Hamba Allah oleh Al-Ghazali dalam kitab ini. Tak heran ketika Syekh Muhammad Abduh pernah berkata "Kitab Ini (ihya' ulumiddin) adalah kitab dimana seorang manusia tidak boleh melakukan perjalanan kecuali harus membawanya kemana-mana". Kebijakan-kebijakan yang ditawarkan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya' begitu menyentuh sendi-sendi hubungan manusia dengan Tuhannya.

Bagi yang sudah khatam alias tamat membaca buku ini, selain terheran-heran dengan kekuatan isinya, akan menyimpan sebuah tanda tanya pada dirinya sendiri. Kenapa Al-Ghazali tidak memasukkan pembahasan tentang Jihad dalam bukunya ini ? padahal mestinya sebagai salah satu doktrin penting dalam Islam, jihad harus dibahas. Bahkan kalau perlu harus dibuatkan satu bab khusus tentangnya. Namun ternyata malah sebaliknya. Dari 5 Jilid besar ihya' ulumiddin (cetakan terbaru 10 jilid), Imam Al-Ghazali malah tidak membahas Jihad (dengan makna zahirnya yakni perang) sama sekali.

Sebelum kita coba menerka-nerka tentang kenapa Imam-Ghazali tidak memasukkan bab Jihad dalam kitabnya, menarik kalau kita coba mengingat masa-masa kehidupan Al-Ghazali. Imam Al-Ghazali hidup disaat peradaban Islam di Dinasti Abbasiyah sedang mencapai puncaknya. Seluruh aspek kehidupan sedang berada di dalam masa yang sangat cemerlang. Ilmu pengetahuan telah mencapai sendi-sendi dimana belum pernah ada bangsa sebelumnya yang mencapainya. Tingkat kemakmuran rakyat terbilang tinggi. Islam memang benar-benar menjadi Kiblat dunia waktu itu. Dari sisi Ilmu pengetahuan, Universitas Nizhamiyah yang diketuai oleh Al-Ghazali sendiri bisa dibilang sebagai lembaga pendidikan terbaik serta kiblat perkembangan IPTEK saat itu.

Walau begitu, ada kerapuhan lain yang muncul menghantui masa emas ini. Dari dalam, Islam sendiri diancam dengan bayang-bayang pengkhianatan Syiah, terkhusus Syiah sekte Ismaili. Kematian beberapa tokoh besar terutama sang penggagas Universitas Nizhamiyah, Nizhamul Muluk, tak lepas dari campur tangan Syiah sendiri. Syiah terus dan terus mencoba menguasai pemerintahan dengan segala cara. Dan akhirnya nanti sejarah memang membuktikan bahwa salah satu sebab utama kenapa dinasti Abbasiyah adalah pengkhianatan sang wazir yang beraliran syiah.

Dari luar, tentara salib tetap terus merongrong kekuasaan Islam. Hari demi hari, serangan mereka terhadap wilayah kekuasaan Islam semakin gencar. Bahkan, baitul maqdis pun sempat jatuh ke tangan mereka.

Nah, dua situasi ini sebenarnya membutuhkan motivasi-motivasi Jihad untuk menguatkan ummat Islam. Ruh jihad memang harus dikobarkan, mengingat Islam sendiri diserang secara fisik dari luar dan dalam. Namun, Imam Ghazali malah tidak membahasnya sama sekali. Dari sinilah, di kemudian hari, karya Emas Imam Ghazali ini kemudian diserang. Selain diserang karena (katanya) Ihya' Ulumiddin berhasil "mematikan" kreativitas Umat Islam dan bertanggung jawab atas mundurnya filsafat Islam, kitab ini juga dituding berhasil melemahkan semangat umat untuk berjihad.

Namun apakah benar seperti itu ?

Kalau kita membaca dan menghayati serta meneliti efek besar kitab Ihya ulumiddin ini secara objektif, mungkin kita akan meralat tudingan kita. Seperti yang kita ketahui, zaman saat Imam Ghazali hidup adalah zaman keemasan Islam. Dengan perkembangan dan kemajuan tata hidup yang pesat, ternyata menimbulkan side effect yang tidaklah bisa dipandang sebelah mata. Umat Islam secara perlahan mulai dilanda penyakit-penyakit moral. Kebobrokan prilaku terjadi dimana-mana, apalagi dikalangan birokrat. Situasi ini berdampak langsung pada masyarakat Islam. Bahkan, dalam perperangan melawan tentara salib pun islam harus mengalami kekalahan yang berujung pada jatuhnya Baitul Maqdis.

Nah, Imam Ghazali melihat fenomena Rusaknya Akhlak dan Moral ini sebagai hal paling utama yang menyebabkan lemahnya umat islam. Sehingga, ketika ruh Jihad terus dikumandangkan namun tanpa perbaikan Akhlak, tetap saja tidak akan berkobar. Imam Ghazali menilai bahwa Ruh Jihad baru akan berkobar saat jiwa-jiwa umat dihiasi oleh akhlak yang baik.

Dengan landasan inilah, Imam Ghazali memulai "proyek" jihad ala beliau dengan mulai memperbaiki akhlak umat. Perbaikan akhlak adalah tema besar kitab Ihya' Ulumiddin itu sendiri. Bagi saya, Imam Ghazali sendiri sebenarnya sedang memberikan kuliah besar tentang Jihad lewat proses perbaikan Akhlak di Ihya'-nya, tanpa harus menyebut Jihad itu sendiri. Jihad memang akan tumbuh dengan sendirinya, saat akhlak umat itu baik. Ruh jihad para muslim akan berkobar dengan sendirinya, saat akhlak mereka kokoh.

Kitab Ihya' beliau juga mengajarkan bahwa pembenahan umat itu tidaklah mesti lewat proyek perombakan sistem besar-besaran. Pembenahan umat harus dimulai dari bawah, dari individu-individu. Belajar dari sejarah Nabi Muhammad yang mendidik para sahabat perlahan-lahan, dari hal-hal kecil, dari kerja-kerja sederhana, dari sekelompok kecil manusia, hingga akhirnya berhasil membentuk muslim yang militan. Yang ruh Jihadnya selalu berkobar lantaran akhlak dan jiwa mereka itu berada dalam kondisi prima, tidak lemah apalagi bobrok.

Sejarah akhirnya mencatat, bahwa didikan Jihad Ala Imam Ghazali dalam Ihya' nya memang membentuk muslim yang militan dan berakhlak mulia. Nuruddin Zanky dan Muridnya, Sholahuddin Al-Ayubi yang berhasil merebut kembali Bumi Palestina dan Baitul Maqdis dari tangan tentara salib, adalah orang-orang yang menjadikan Ihya' sebegai bacaan wajibnya. Mereka berhasil dididik secara tidak langsung oleh Al-Ghazali bahwa memang akhlak yang baik adalah modal besar dalam jihad, bahwa Ruh jihad akan berkobar di jiwa-jiwa yang berakhlak baik. Tentara binaan Nuruddin Zanky dan Sholahuddin al-Ayubi pun akhirnya berhasil merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaan Islam.

Selain itu, kita juga lihat bahwa Imam Al-Ghazali ternyata tidak terjebak dengan Istilah. Beliau tidak berteriak-teriak "Jihad" namun menumbuhkannya di hati muslim lewat proses perbaikan akhlak tadi di Ihya'nya. Di Ihya' beliau mengajarkan bahwa jiwa-jiwa yang berakhlak baik dengan Tuhannya, dengan nabinya, dengan seluruh entitas dalam Islam, maka didalamnya akan tumbuh sendiri panggilan dan semangat yang berkobar-kobar untuk jihad.

Nah, belajar dari hal ini. Semestinya tugas utama kita adalah memfokuskan diri pada perbaikan Umat. Perbaiki ibadah mereka, perbaiki akhlak mereka, perbaiki cara berpikir dan gaya hidup mereka. Rubahlah mereka juga dengan akhlak. Rubahlah dengan cara-cara yang diajarkan Nabi Muhammad. Ketika di dalam pribadi muslim sudah tertanam akhlak Islam, maka cita Islam yang gemilang akan terwujud, panggilan jihad pun bukan lagi panggilan kosong dan horror bagi mereka. Tidak usah terlalu sering berteriak 'Jihad' ketika disaat yang sama kita lupa bahwa masih banyak muslim yang merosot akhlaknya di sekitar kita. Justru musuh Islam sendiri akan memanfaatkan hal itu untuk mereduksi makna Jihad dan memberikan pemahaman Jihad lain di tubuh muslim yang merosot moralnya.

Toh, ketika kita berhasil mengubah sistem kehidupan menjadi yang Islami, namun umat muslim saja masih bolong-bolong shalatnya, masih rusak akhlaknya, tetap saja masyarakat Islami tidak akan terwujud. Belajar dari sejarah Nabi Muhammad. Beliau butuh 13 tahun untuk mempersiapkan pribadi-pribadi sahabat yang bermental Islami, yang beribadah Islami, yang berakhlak Islami, sehingga apapun nantinya perintah yang turun kepada mereka, mereka siap memanggulnya bahkan walau harus kehilangan nyawa. Inilah tugas kita bersama.

Hmm, saya sendiri tidak pernah yakin, bahwa kita akan sanggup berjihad, namun shalat kita masih bolong-bolong, bangun pagi berjama'ah masih berat, prilaku kita masih menyakiti orang lain. Tingkat kesalehan kita, tingkat ketinggian akhlak kita, akan berefek langsung pada tingkat komitmen dan keberanian kita di medan Jihad nantinya.

Wallahu a'lam bish-showab


Penutupan Intensif English Course PII Mesir berlangsung Meriah

Penutupan Intensif English Course yang diadakan oleh Departemen Bahasa Perwakilan Pelajar Islam Indonesia (Pwk PII) Mesir berlangsung meriah. Berbagai macam game-game menarik, serta hiburan-hiburan yang ditampilkan oleh seluruh peserta membuat akhir kegiatan ini terkesan indah. Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 27 September sampai 30 September 2012 ini bertempat di Mabes PII Mesir di bilangan Gami' Station, Hay Asyir, Cairo.

Kursus yang ditutori oleh Husam Syah dan kawan-kawan ini, secara umum menyadarkan kembali para peserta dan PII Mesir untuk kembali mendayagunakan bahasa asing, terutama bahasa inggris yang hari ini merupakan syarat untuk eksis di dunia Internasional. Apalagi kegiatan ini sesuai dengan Visi PII Mesir 2014 yang insya Allah akan (kembali) GO Internasional, demikian penjelasan Asep Hamzah selaku ketua panitia yang juga koordinator Departemen Bahasa Pwk PII Mesir. Insya Allah kegiatan ini akan di follow up-i berupa diskusi bahasa inggris mingguan.

Acara Intensif English Course ini sendiri bertujuan untuk menggairahkan program bahasa asing terutama bahasa inggris yang mulai melesu di tengah-tengah mahasiswa Indonesia di Mesir.









































Saturday 22 September 2012

Susunan Pengurus PII Mesir Periode 2012-2013

PWK-EGY/DF /KPTS/21/VII/1433-2012



Struktur Kepengurusan
Pengurus Perwakilan Pelajar Islam Indonesia
Republik Arab Mesir Periode 2012-2013

*Sesuai SK Nomor  PWK-EGY/DF /KPTS/21/VII/1433-2012


Badan Pengurus Harian (BPH)

Ketua Umum : Solihin Ma’ruf
Ketua Bidang Kaderisasi : Abdul Murod
Ketua Bidang PPO : Asep rifqi Abdul Aziz
Ketua Bidang KU : M.Andhika Sakali
Ketua Bidang PII-wati : Hanifah Jamil

Sekretaris Umum : Abdurrahman Muhammad

Bendahara Umum : Deska Irwansyah
Bendahara II : Imah Masdariyah

Departemen-Departemen

Departemen Peyelenggaraan dan Pengawasan Kaderisasi (PPK):
Abu Bakar Ibnu Sineng
Pipit Siti Alawiyah
Umar Ahmad

Departemen Riset:
Aryandi
Departemen Pustaka:

Aisyah J Ismail
Juandi
Departemen Media dan Informasi:
 
Marisa Pitria
Rizky Ahmad
Departemen Bahasa:

Asep Hamzah Sohibul Faroji
Nur Furqon Nasrullah

Departemen Pembinaan Muslimah:
Khoirunnisa Asmat

Departemen Kajian Putri:
Riri Hanifah Wildani

13 kader PII Mesir dikukuhkan

Menjelang subuh waktu Cairo (22/9), 13 kader baru Perwakilan Pelajar Islam Indonesia ( Pwk PII ) Republik Arab Mesir dikukuhkan. Pembacaan ikrar Jakarta yang dipimpin oleh koordinator Tim Instruktur saudara Zamzami Saleh menjadi gerbang peresmian 13 orang Peserta Leadership Basic Training (BATRA) menjadi kader biasa Pelajar Islam Indonesia (PII). Acara yang telah berlangsung selama kurang lebih 7 hari ini, alhamdulillah berakhir dengan indah.

Leadership Basic Training PII Mesir kali ini yang mengangkat tema 'Sinergitas Potensi menuju Pemimpin yang Bermoral dan Berkualitas' menegaskan kembali posisi PII sebagai Organisasi Pelajar yang senantiasa mencetak tokoh-tokoh bermental kepemimpinan di Negeri ini. Pelatihan yang berlangsung selama 7 hari ini, insya Allah telah memberikan banyak pelajaran dan nilai buat para peserta, demikian sambutan Ketua Umum Perwakilan Pelajar Islam Indonesia ( Pwk PII ) Republik Arab Mesir periode 2012-2013 saudara Solihin Ma'ruf sembari menutup berlangsungnya pelaksanaan BATRA kali ini. 

Leadership Basic Training atau yang biasa disebut BATRA ini merupakan salah satu jenjang kaderisasi yang ada di dalam Organisasi Pelajar Islam Indonesia. Pelatihan yang berlangsung kurang lebih seminggu ini, lebih berorientasi kepada proses dan perubahan sikap serta mental. Diharapkan lulusan BATRA menjadi kader Umat yang siap berjuang demi Islam dan Indonesia menuju yang lebih baik, seperti yang dituturkan Koordinator Tim Instruktur. (uz)

Friday 4 May 2012

Generasi Emas, OSIS, dan OSES


Muhadjir Effendy; Ketua Umum terpilih 2012-2015 Keluarga Besar PII Jawa Timur ; Rektor Universitas Muhammdiyah Malang (UMM)
SUMBER : JAWA POS, 04 Mei 2012
PADA 4 Mei 1947 di ibu kota Republik Indonesia, waktu itu Jogjakarta, berdiri organisasi yang diberi nama Pelajar Islam Indonesia (PII). PII menjadi organisasi pelajar pertama yang berdiri di era setelah kemerdekaan. Tatkala Jogjakarta menjadi pusat perlawanan untuk mempertahankan kemerdekaan, anak-anak sekolahan dalam PII yang baru lahir itu langsung ikut menjadi pejuang. Momentum dan suasana kelahiran tersebut, dipadu dengan anutan ideologi plus gejolak usia remaja, membuat watak organisasi itu menjadi khas, yaitu fanatik, militan, idealis-utopis dibumbui dengan romantisme perjuangan.

Watak semacam itu tetap terbawa ketika bangsa Indonesia memasuki tahap mengisi kemerdekaan. Ketika itu berbagai kekuatan ideologi menjelma menjadi partai-partai politik yang saling bersaing. Ada dua ideologi dan partai yang jelas-jelas tidak mungkin dipersatukan, yaitu Masyumi (Majelis Syura Muslimin) yang mewakili agama dan PKI (Partai Komunis Indonesia) yang komunis-ateis. Di tengah persaingan sengit itu, sekalipun menyatakan diri sebagai organisasi independen, PII mau tidak mau memiliki kedekatan dengan Partai Masyumi. Saking dekatnya, orang-orang PKI menjulukinya "Masyumi berkatok pendek".

Sikap antikomunis PII termanifestasi dalam kegiatan pengaderan. Baik sebagai bagian dari materi training, yel-yelnya, maupun nyanyian-nyanyian. Misalnya yang terdapat dalam sebuah lirik: ...hai PII! Maju terus maju, galanglah ukhuwah islamiah, jadilah pemersatu umat, jadilah pedang umat Islam, hancur leburkan ateisme, maju terus pantang mundur!

Bagi PII, keberadaan Partai Masyumi dan dirinya memang memiliki sejarah khusus. Salah satu doktrin yang ditanamkan kepada kader PII adalah pentingnya menggalang persatuan umat Islam. Dalam Ikrar Malioboro para pemimpin Islam bersepakat akan pentingnya satu kesatuan umat Islam. Mereka berikrar hanya Masyumi-lah satu-satunya partai Islam, organisasi pelajarnya adalah PII, organisasi mahasiswanya HMI, organisasi pemudanya adalah GPII, dan Pandu Islam (PI) satu-satunya organisasi kepanduannya. PII juga merujuk fatwa yang pernah diucapkan Hadhratusy Syaikh KH Hasyim Asy'ari, pendiri NU, bahwa haram hukumnya partai Islam selain Masyumi. Namun, kesepakatan itu berlangsung tidak lama karena pada 1948 PSII keluar dari Masyumi untuk menjadi partai politik sendiri dan disusul NU pada 1952.

PII pelan-pelan mulai kehilangan hak monopolinya ketika ormas dan orpol Islam mulai membentuk organisasi sayap pelajarnya sendiri. Di NU berdiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) pada 1954. Di Muhammadiyah, setelah terjadi pro-kontra akhirnya pada 1961 juga berdiri Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Kendati begitu, doktrin akan pentingnya satu kesatuan umat Islam tetap menjadi cita-cita utopia PII. Ketika pada 1960 Presiden Soekarno membubarkan Partai Masyumi, PII terkena imbasnya. PKI dan onderbouw-nya kian beringas terhadap si Masyumi bercelana pendek itu. Kasus yang sangat terkenal, misalnya, peristiwa Kanigoro pada 1965. Ketika itu BTI, organisasi onderbouw PKI, menyerbu tempat terselenggaranya training PII di Kanigoro, Kediri.

PII dan TNI

Pada 1966 keadaan jadi berbalik. Para aktivis PII -bersama IPNU, IPM, GSNI, dan lain-lain- dengan dukungan ABRI ramai-ramai mengganyang PKI melalui Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Beda dengan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang wilayah operasinya terbatas di kota-kota perguruan tinggi, jangkauan KAPPI bisa sampai ke pelosok tempat sekolah. Mereka bekerja sama dengan ABRI sampai level komando paling bawah, yaitu koramil. Saking dekatnya para aktivis KAPPI dengan ABRI, mereka semacam mendapat prioritas diterima di Akabri. Terutama ketika gubernur Akabri dijabat Sarwo Edhie (1970-1973). Banyak lulusan Akabri angkatan tahun '70-an yang berasal dari aktivis KAPPI, terutama PII. Sebagaimana kita tahu, mertua Presiden SBY itu tatkala menjadi komandan RPKAD (1964-1967) sangat terkenal dalam memimpin penumpasan G 30 S/PKI.

Seperti melupakan andil organisasi-organisasi siswa ekstrasekolah (OSES), justru kemudian pemerintah Orde Baru secara sistematis mencegah kehadiran organisasi ekstrasekolah masuk di sekolah. Di sekolah hanya boleh ada OSIS (organisasi siswa intrasekolah) dan pramuka.

Bagaimanapun, organisasi ekstrasekolah telah menunjukkan keunggulannya dalam menyiapkan pemimpin-pemimpin bangsa. Sebut saja, misalnya, PII telah melahirkan Jusuf Kalla. GSNI melahirkan Taufik Kiemas, dari IPM memunculkan Busyro Muqoddas. Kalau ada kekhawatiran organisasi ekstra memunculkan sikap fanatisme sempit dan kaku, itu tidak sepenuhnya benar. Bisa disaksikan bahwa PII bisa melahirkan tokoh NU seperti KH Hasyim Muzadi sekaligus tokoh Muhammadiyah seperti Prof A. Malik Fadjar. IPNU yang notabene organisasi sayap NU bisa melahirkan tokoh Muhammadiyah seperti Prof M. Din Syamsuddin. Di jajaran kabinet saat ini ada para menteri yang mulai mengasah bakat kepemimpinan sejak usia remaja melalui organisasi ekstrasekolah.

Generasi Emas Perlu Utopia

Masa remaja ibarat lempengan besi yang sedang membara, saat yang mudah ditempa untuk dibikin menjadi apa saja. Termasuk saat yang paling tepat untuk ditempa menjadi calon pemimpin bangsa. Sayang, keadaan sekolah-sekolah kita saat ini tidak cukup kondusif untuk menyemai calon-calon pemimpin itu. Anak-anak sekolah kita tidak mampu membangun "mimpi besar" karena imajinasi dan cita-cita utopis mereka tidak berkembang seperti yang seharusnya terjadi pada anak usia remaja yang bakal menjadi pemimpin masa depan. Akibatnya, naluri militansi, fanatisme, dan romantisme perjuangan mereka lampiaskan lewat tawuran masal, geng motor, vandalisme, bahkan tindakan kriminal.

Dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun ini, menteri pendidikan dan kebudayaan mengangkat masalah mempersiapkan generasi emas Indonesia (Jawa Pos, 2 Mei 2012). Menyiapkan generasi emas yang menguasai berbagai keterampilan perakitan dan produksi sangat penting.

Akan tetapi, saya kira itu bukan jalan untuk menyemai pemimpin bangsa. Tetapi, justru potensi persemaian itu ada pada organisasi-organisasi ekstrasekolah. Karena itu, demi lahirnya pemimpin generasi emas Indonesia, diperlukan kebijaksanaan yang mendorong dan memfasilitasi kembalinya organisasi-organisasi siswa ekstrasekolah alias OSES tersebut untuk berkiprah di sekolah-sekolah, seperti OSIS. ●

Monday 16 April 2012

Mengenal Ilmu Logika (Mantiq)

Oleh : Agus Solehudin


Sejarah Singkat Ilmu Logika


Logika dimulai sejak jaman Thales (624 SM - 548 SM), Filsuf pertama dari Yunani. Pemikiran Thales yang paling terkenal adalah bahwa air adalah prinsip atau asas dari alam semesta. Menurut Aristoteles saat itu Thales telah melakukan logika induktif. Setelah dikenalkan oleh Thales, sekitar tahun 472 SM-347 SM logika terus dikembangkan oleh kaum Sofis dan Plato.

Melalui buku yang  berjudul To Aragnon (Alat) yang berjumlah enam, yaitu:

    Categoriae menguraikan pengertian-pengertian
    De interpretatione tentang keputusan-keputusan
    Analytica Posteriora tentang pembuktian.
    Analytica Priora tentang Silogisme.
    Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
    De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.

Aristoteles (384 SM – 322 SM) mulai mengenalkan logika melalui kriteria sistematis untuk menganalisi dan mengevaluasi argumen-argumen. Pada masa ini lah logika baru menjadi sebuah ilmu atau biasa disebut logike episteme atau dalam bahasa latin logica scientia. Penelitian logika dilanjutkan salah seorang pendiri sekolah Stoa yaitu Chrysippus (279 SM - 206 SM). Chrysippus memperkenalkan proposisi sebagai elemen fundamental dalam logika, dia menempatkan proposisi sebagai benar dan salah. Dan melakukan penelitian terhadap kebenaran dan kesalahan proposisi ditinjau dari kebenaran dan kesalahan komponen-komponennya.  Ketika gereja menguasai eropa, perkembangan ilmu logika sempat tersendat  dengan pelarangan terhadap pembelajaran ilmu logika.

Sedang dalam Islam, ilmu logika mulai berkembang pada abad ke-2 Hijriah, dimana terjadi penerjemahan besar-besaran terhadap buku-buku yang berbahasa asing, termasuk buku-buku logika Yunani. Dalam perkembangannya, para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan ilmu logika ini, Imam Nawawi dan Ibnu Sholah melarang ilmu ini, sedang al-Ghazali membolehkan belajar ilmu tersebut. Sedang jumhur ulama berpendapat bahwa ilmu logika boleh dipelajari oleh orang yang mempunyai akal yang baik dan akidah yang baik.

Definisi Ilmu Logika

Secara etimologi, logika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu logos yang artinya sabda atau pikiran. Sedang dalam bahasa arab logika diterjemahkan menjadi منطق yang berasal dari kata نطق  yang berarti ucapan atau perkataan. 

Banyak pengertian tentang logika atau mantiq secara terminologi, akan tetapi pengertian-pengertian tersebut tidak terlepas dari dua hal; kaidah berpikir dan menjaga akal dari kesalahan. Seperti yang diutarakan The Liang Gie dalam bukunya Dictionary of Logic (Kamus Logika) menyebutkan: Logika adalah bidang pengetahuan dalam lingkungan filsafat yang mempelajari secara teratur asas-asas dan aturan-aturan penalaran yang betul (correct reasoning). Sedang Syeikh Muhammad Ridha Al-Mudhfir mendefinisikan mantiq dengan قانونية تعصم مراعاتها الذهن عن الخطأ في الفكر آلة.  Dan DR Umar Adullah Kamil mendefinisakn mantiq dengan آلة تورث قوة في النطق تعصم مراعاتها الذهن عن الوقوع في الخطأ في فكره .

Maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu logika atau Mantiq yaitu ilmu yang membahas kaidah-kaidah penalaran yang benar sehingga dapat menjaga dan memelihara akal dari kesalahan dari pemikirannya.

Ada dua metode penalaran dalam logika; Induktif, merupakan suatu cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Deduktif, suatu cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.

Objek atau Pokok Bahasan Ilmu Logika


    Tashawwurat (gambaran, term) yang akan mengantarkan pada definisi.
    Tashdiqat (Keyakinan, Proposisi, premis) yang akan menghasilakn argumen atau kesimpulan.

Sedang DR. Umar Abdullah Kamil dalam bukunya Mudzakaroh fi Taisiril Al-Mantiq membagi pokok bahasan ilmu mantiq atau logika menjadi tiga :

    Batasan-batasan atau lafadz-lafadz atau gambaran-gambaran, yaitu mempelajari lafadz-lafadz dari segi dalilnya (indikasi) secara logika dan macam-macamnya dan bukan mempelajari lafadz dari segi bahasa atau nahwu.
    Proposisi atau tashdiqat, yaitu mempelajari qadliyyah dari segi jenisnya dan tingkat kebenarannya.
    Istidlal, yaitu mempelajari tentang pengambilan dalil dari segi jenisnya, kaidah-kaidahnya dan nilainya dalam pemikiran manusia.  

Manfaat mempelajari ilmu logika

    Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
    Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
    Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
    Terhindar dari kesalahan berpikir.
    Dapat membedakan antara pemikiran yang salah dan pemikiran yang benar.
    Membantu meningkatkan keyakinan terhadap Allah.

Jika Barat menggunakan logika untuk mencari kebenaran, maka muslim menggunakan logika untuk sampai pada kebenaran. Kaidah-kaidah ilmu logika ini juga dipakai dalam ilmu kalam dan ilmu ushul fiqih.

Beberapa Istilah dalam Ilmu Logika

    Ilmu

Yaitu adanya kesan (cetakan) tentang gambaran sesuatu dalam pikiran. Ilmu dibagi dua Tashawwur dan Tashdiq.

    Tashawwur (Gambaran, Ide, Term)

Yaitu mendapatkan sesuatu. Contoh, ketika kita melihat pena, maka tergambar dalam pikiran kita hakikat dari pena tersebut. Tashawwur dibagi dua, badihi dan nadhari.

    Tashdiq (Proposisi, Premis)

Yaitu, Keyakinan terhadap sesuatu. Contoh, satu adalah setengahnya dari dua, sesungguhnya bumi bergerak. Tasdiq berada pada kalimat khobari (kalimat yang mengandung benar dan salah). Tashdiq dibagi dua, badihi dan nadhari.

    Dilalah (Indikasi)

Yaitu, apa-apa yang mengharuskan untuk mendapatkan sesuatu karena mendapatkan sesuatu lain yang lazim (harus, biasa) baginya. Contoh, kita mendengar suara bel, suara bel tersebut menunjukan bahwa di depan pintu ada orang atau manusia.  Maka, suara bel disebut petunjuk (dal), Manusia di depan pintu disebut yang ditunjukan olehnya (Al-madlul 'alaihi) dan bahwa mendapatkan manusia di depan pintu dengan petunjuk suara bel disebut dilalah. Dilalah dibagi dua, dilalah lafdzi (Aqli, wad'i, Thabi'i) dan dilalah ghair lafdzi (Aqli, wad'i, Thabi'i).

    Kulliyatul khams

    Nau'u (Macam), yaitu yang keadaan afrad-nya (bagian atau macam) mempunyai hakikat yang sama. Contoh, manusia, maka nau'u-nya adalah Abu bakar, Ahmad, Khalid dll.
    Jinsu (Jenis), yaitu yang keadaan afrad-nya (bagian atau macam) mempunyai hakikat yang berbeda. Contoh, Hewan, maka Jenisnya adalah manusia, sapi, unta dll.
    Fasal (Hal pembeda atau istimewa), yaitu yang membedakan antara macam (Na'u) yang satu dengan macam-macam lain yang berserikat atau terikat  dalam satu jenis. Contoh, Natiq (berpikir) menjadi Fasal bagi manusia yang membedakannya dengan hewan-hewan yang lain.
    'Arad Khas (Sifat khusus), yaitu sifat khusus untuk satu na'u. Contoh, tertawa merupakan sifat khusus untuk manusia saja.
    'Arad 'Am (Sifat umum), sifat  untuk macam-macam  (anwa') yang berbeda. Contoh, berjalan merupakan sifat untuk manusia, kerbau, kuda dan lainnya.

    Definisi (Ta'rif)

Yaitu, menjelaskan hakikat sesuatu atau menjelaskan maknanya. Ta'rif dibagi tiga; Ta'rif bil Had , ta'rif birrasmi, ta'rif billafdhi.

    Qadliyyah (Proposisi, Premis)

Yaitu, lafadz yang mengandung benar dan salah dengan sendirinya. Qadliyyah dibagi menjadi dua, syartiyyah dan hamliyyah.

Qadliyyah hamliyyah adalah menyandarkan keberadaan sesuatu kepada sesuatu yang lain, dan ketiadaan sesuatu pada sesuatu yang lain. Contoh, Alam semesta itu bergerak, maka alam semesta disebut maudu' (diterangkan) dan bergerak disebut mahmul (yang menerangkan) sedang itu disebut rabithah (penghubung/pengikat). Qadliyyah hamliyyah kadang bersifat mujabah kulliyah (positif universal) ditandai dengan kata-kata semua atau seluruh, mujabah juziyyah (positif partikular) ditandai dengan kata sebagian, salibah kulliyyah (negatif universal) ditandai dengan kata-kata tidak satupun, salibah juziyyah (negatif partikular) ditandai dengan kata-kata sebagian tidak.

Qadliyyah syartiyyah terbentuk dari dua qadhiyyah hamliyah yang dihubungkan dengan huruf syarat seperti, "jika" dan "setiap kali". Contoh, jika kamu datang maka aku akan memuliakanmu. Maka, jika kamu datang disebut muqaddam (astecedent) dan aku akan memuliakanmu disebut tali (konsekuen). Qadliyyah syartiyyah dibagi dua, qadliyyah syartiyyah muttashilah dan qadliyyah syartiyyah munfashilah.

qadliyyah syartiyyah muttashilah adalah qadliyyah yang mengharuskan adanya korelasi dan koeksistensi antara muqaddam dan tali dalam keberadaannya secara lazim (aturan). Contoh, jika matahari terbit maka siang pun datang. Sedang qadliyyah yang menuntut adanya penolakan disebut qadliyyah syartiyyah munfasilah, seperti, angka itu genap, ataupun ia ganjil. Qadliyyah syartiyyah munfashilah dibagi menjadi tiga; haqiqah, mani'atul jam'i, mani'atul khuluw.

Qadliyyah syartiyyah haqiqah adalah dimana tidak mungkin bersatu muqaddam dan tali pada sesuatu dan tidak mungkin meniadakan keduanya. Contoh bilangan itu ganjil atau genap, maka tidak mungkin bilangan itu tidak genap tidak juga ganjil dan tidak mungkin bilangan itu genap juga ganjil, tapi harus salah satunya, bilangan itu ganjil atau genap. Qadliyyah syartiyyah mani'atul jam'i adalah dimana tidak mungkin bersatu muqaddam dan tali pada sesuatu akan tetapi mungkin meniadakan keduanya. Contoh, sesuatu ini hitam atau putih, tidak mungkin sesuatu itu putih juga hitam, tapu mungkin saja sesuatu itu tidak putih juga tidak hitam tapi warna yang lain. Qadliyyah syartiyyah mani'atul khuluw  adalah dimana mungkin bersatu muqaddam dan tali pada sesuatu akan tetapi tidak mungkin meniadakan keduanya. Contoh, sesuatu ini bukan putih atau bukan hitam, maka mungkin saja sesuatu itu tidak hitam juga tidak putih, tapi tidak mungkin sesuatu itu hitam juga putih.

    Silogisme (Qiyas) dan Generalisasi (Istiqrai)

    Silogisme



Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (Qadliyyah) dan sebuah konklusi (kesimpulan, natijah).

Silogisme terdiri dari; Silogisme Katagorik (Qiyas Iqtirani), Silogisme Hipotetik (Qiyas Istitsnai Ittishali) dan Silogisme Disyungtif (Qiyas Istitsnai Infishali).

-          Silogisme Katagorik (Qiyas Iqtirani)

Silogisme Katagorik adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik (qadliyyah hamliyyah). Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis (Muqaddamah) yang kemudian dibagi dua menjadi premis mayor (Muqaddamah Kubra) dan premis minor (Muqaddamah Shughra). Sedang yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term, ausath). Silogisme Katagorik mepunyai empat bentuk :

    Bentuk pertama; Term penengah menjadi yang menerangkan (mahmul) pada premis minor dan menjadi yang diterangkan (Maudu') pada premis mayor. Contoh :

Premis minor  : Semua besi adalah tembaga (term penengah)

Premis mayor : Semua tembaga  (term penengah) akan mencair jika dipanaskan .

Konklusi           : Semua besi akan mencair jika dipanaskan.

Agar bentuk pertama ini menghasilkan konklusi maka premis minornya harus positif dan premis mayornya universal, maka :

-          Jika kedua premisnya positif universal (mujabah kulliyyah) maka konklusinya positif universal.

-          Jika premis minor positif partikular (mujabah juziyyah) dan premis mayor positif universal maka konklusinya positif partikular.

-          Jika premis minor positif universal dan premis mayor negatif universal (salibah kulliyyah) maka konklusinya negatif universal.

-          Jika premis minor positif partikular dan premis mayor positif universal maka konklusinya negatif partikular (salibah juziyyah).

    Bentuk kedua; Term penengah menjadi yang menerangkan (mahmul) pada kedua premisnya. Contoh :

Premis minor  : Semua Manusia adalah hewan (term penengah)

Premis mayor : Tidak satupun dari batu adalah hewan (term penengah).

Konklusi           : Tidak satupun dari manusia adalah batu.

Agar bentuk kedua ini menghasilkan konklusi, maka kedua premisnya harus berbeda dalam positif dan negatif, dan premis mayornya harus universal. Maka :

-          Jika premis minor positif universal dan premis mayor negatif universal maka konklusinya negatif universal.

-          Jika premis minor negatif universal dan premis mayor positif universal maka konklusinya negatif partikular.

-          Jika premis minor positif partikular dan premis mayor negatif universal maka konklusinya negatif partikular.

-          Jika premis minor negatif partikular dan premis mayor positif universal maka konklusinya negatif partikular.

    Bentuk ketiga; Term penengah menjadi yang diterangkan (maudu') pada kedua premisnya. Contoh :

Premis minor  : Semua manusia (term penengah) adalah hewan.

Premis mayor : Semua manusia (term penengah) berpikir.

Konklusi           : Sebagian dari hewan berpikir.

Agar bentuk ketiga ini menghasilkan konklusi, maka premis minornya harus positif dan pada salah satu dari kedua premisnya harus ada yang universal. Maka :

-          Jika kedua premisnya positif universal maka konklusinya positif partikular.

-          Jika premis minor positif universal dan premis mayor negatif universal maka konklusinya negatif partikular.

-          Jika premis minor positif partikular dan premis mayor positif universal maka konklusinya positif partikular.

-          Jika premis minor positif universal dan premis mayor positif partikular maka konklusinya positif partikular.

-          Jika Premis minor positif universal dan premis mayornya negatif partikular maka konklusinya negatif partikular.

-          Jika premis minornya positif partikular dan premis mayornya negatif universal maka konklusinya negatif partikular.

    Bentuk keempat; Term penengah menjadi yang diterangkan (maudu') pada premis minor dan menjadi yang menerangkan (mahmul) pada premis mayor. Contoh :

Premis minor  : Semua manusia (term penengah) adalah hewan.

Premis mayor : Semua yang berpikir adalah manusia (term penengah).

Konklusi           : Sebagian dari hewan berpikir.

Agar bentuk keempat ini menghasilkan konklusi, maka harus terpenuhi salah satu dari dua syarat berikut; pertama, Kedua premisnya harus positif dan premis minor universal. Kedua, salah satu dari kedua premisnya harus universal dan kedua premisnya harus berbeda dalam positif dan negatifnya. Maka :

-          Jika kedua premisnya positif universal maka konklusinya positif partikular.

-          Jika premis minor positif universal dan premis mayor positif partikular maka konklusinya positif partikular.

-          Jika premis minor negatif universal dan premis mayor positif universal maka konklusinya negatif universal.

-          Jika premis minor positif universal dan premis mayor negatif universal maka konklusinya negatif partikular.

-          Jika Premis minor positif partikular dan premis mayornya negatif universal maka konklusinya negatif partikular.

-          Jika premis minornya negatif partikular dan premis mayornya positif universal maka konklusinya negatif partikular.

-          Jika premis minornya positif universan dan premis mayornya negatif partikular maka konklusinya negatif partikular.

-          Jika premis minornya negatif universal dan premmis mayornya positif partikular maka konklusinya negatif partikular.

-          Silogisme Hipotetik (Qiyas Istitsnai Ittishali)

Silogisme Hipotetik adalah argumen yang premis pertama berupa proposisi hipotetik (qadliyyah syartiyyah muttashilah), sedangkan premis kedua adalah proposisi katagorik (qadliyyah hamliyyah).

 Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotetik:

1. Silogisme hipotetik yang premis keduanya mengakui atau menetapkan bagian antecedent (muqaddam), maka konklusinya adalah konsekuen (tali), seperti:

Premis pertama    : Jika hujan (muqaddam), saya naik becak (tali).

Premis kedua        : Sekarang hujan.

Konklusi                 : Jadi saya naik becak.

2. Silogisme hipotetik yang premis keduanya mengakui bagian konsekuennya (tali), maka tidak ada konklusinya, seperti:

Premis pertama    : Bila hujan turun, bumi akan basah.

Premis kedua        : Sekarang bumi telah basah.

konklusi                 : tidak bisa disebutkan bahwa hujan telah turun, karena basahnya bumi bisa jadi bukan karena hujan.

3. Silogisme hipotetik yang premis keduanya mengingkari atau meniadakan antecedent, maka tidak ada konklusinya, seperti:



Premis pertama    : Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka

kegelisahan akan timbul.

Premis kedua        : Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa,

Konklusi                 : tidak bisa disebutkan bahwa tidak adanya kegelisahan disebabkan oleh pelaksanaan politik pemerintahan tidak dengan paksa, bisa jadi karena hal lain.



4. Silogisme hipotetik yang premis keduanya nya mengingkari bagian konsekuennya (tali), maka konklusinya meniadakan antecedent (muqaddam) seperti:

premis pertama    : Jika dia adalah manusia maka dia hewan.

Premis kedua        : dia bukan hewan.

Konklusi                 : dia bukan manusia.

-          Silogisme Disyungtif (Qiyas Istitsnai Infishali)

Silogisme Disyungtif adalah silogisme yang premis pertamanya keputusan disyungtif (qadliyyah syartiyyah munfasilah) sedangkan premis keduanya kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis pertama.

    Jika premis pertama qadliyyah syartiyyah haqiqah (dimana tidak mungkin bersatu muqaddam dan tali pada sesuatu dan tidak mungkin meniadakan keduanya) dan premis keduanya menetapkan atau meniadakan salah satu dari muqaddam dan tali maka konklusinya ada 4 :

    jika premis keduanya menetapkan antecedent maka konklusinya meniadakan konsekuen. Contoh :

Bilangan ini adalah genap atau ganjil

Bilangan ini genap

Maka, Bilangan ini tidak ganjil

    Jika premis keduanya menetapkan konsekuen maka konklusinya meniadakan antecedent. Contoh :

Bilangan ini adalah genap atau ganjil

Bilangan ini ganjil

Maka, Bilangan ini tidak genap

    Jika premis keduanya meniadakan antecedent maka konklusinya mennetapkan konsekuen. Contoh :

Bilangan ini adalah genap atau ganjil

Bilangan ini tidak genap

Maka, Bilangan ini ganjil

    Jika premis keduanya meniadakan konsekuen maka konklusinya menetapkan antecedent. Contoh :

Bilangan ini adalah genap atau ganjil

Bilangan ini tidak ganjil

Maka, Bilangan ini genap

    Jika premis pertama qadliyyah syartiyyah mani'atul jam'i (dimana tidak mungkin bersatu muqaddam dan tali pada sesuatu akan tetapi mungkin meniadakan keduanya) dan premis keduanya menetapkan salah satu dari muqaddam dan tali maka konklusinya ada 2 :

    Jika premis keduanya menetapkan antecedent maka konklusinya meniadakan konsekuen. Contoh :

Ini adalah pohon atau batu.

Ini adalah pohon.

Maka, ini bukan batu.

    Jika premis keduanya menetapkan konsekuen maka konklusinya meniadakan antecedent. Contoh :

Ini adalah pohon atau batu.

Ini adalah batu.

Maka, ini bukan pohon.

    Jika premis pertama qadliyyah syartiyyah mani'atul khuluw (dimana mungkin bersatu muqaddam dan tali pada sesuatu akan tetapi tidak mungkin meniadakan keduanya) dan premis keduanya meniadakan salah satu dari muqaddam dan tali maka konklusinya ada 2 :

    Jika premis keduanya meniadakan muqaddam maka konklusinya menetapkan tali. Contoh :

Zaid sedang berada di air atau sedang tidak tenggelam.         

Zaid tidak sedang berada di air.

Maka, Zaid tidak sedang tenggelam.

    Jika premis keduanya meniadakan tali maka konklusinya menetapkan muqaddam. Contoh :

Zaid sedang berada di air atau sedang tidak tenggelam.         

Zaid sedang tenggelam.

Maka, Zaid sedang berada di air.

    Generalisasi (Istiqroi)

Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual (khusus) menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki.

Macam-macam Generalisasi :

1.  Generalisasi sempurna (istiqroi tam) adalah generalisasi di mana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki. Contohnya setelah kita menyelediki seluruh siswa kelas 3 Aliyyah di Pesantren  Al-Firdaus, maka disimpulkan bahwa mereka mempunyai kebiasaan tidur setelah pukul 22.00.

2. Generalisasi tidak sempurna (istiqroi naqis) yaitu generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki. Contohnya menyelidiki sebagian Masisir yang membuka facebook diawal interaksi kesehariannya dengan internet, kemudian kita simpulkan bahwa seluruh Masisir suka memulai interaksi dengan internya dengan membuka situs facebook.

Metode berpikir induktif ini biasanya digunakan dalam penelitian atau riset, sedang metode berpikir deduktif biasanya digunakan dalam membuat konsep atau prinsip-prinsip dasar. (wallahu 'alam bisshawab)



Rujukan :

Khulashah ilmul mantiq, Asy-Syaikh Ad-Duktur Abdul Hadi Al-Fadli

http://dossuwanda.wordpress.com/2008/03/20/silogisme-dan-generalisasi-kajian-tugas-makalah/

Al-Mujiz fil Mantiq, Ayatullah Al-'Udhma Ash-Shadiq Al-Husaini Asy-Syairazi

Pengantar Logika, Rafael Raga Maran

http://id.wikipedia.org/wiki/Logika#Logika_sebagai_ilmu_pengetahuan

http://imtaq.com/definisi-dan-pengertian-ilmu-logika-kalam/

Mudzakarah fi Taisiril Mantiq, DR. Umar Abdullah Kamil

Ringkasan Ilmu Logika, HMIYAI

http://media.isnet.org/islam/Etc/Mantiq.html

Tuesday 10 April 2012

Siapa yang lebih bahagia ?

 Oleh : Uda Zami

Siapa yang lebih bahagia, pemberi sedekah atau penerima sedekah ? Sekilas terlihat bahwa hanya dari penerima lah terpancar senyum sumringah atas sedekah yang ia terima. Kebahagian terpancar dari wajah penerima sedekah saat tangannya menggenggam sedekah, lalu segepok doa dan rasa syukur serta terima kasih ia haturkan berulang-ulang. Terkadang malah kita lihat beberapa penerima sedekah menangis haru saat menerima sedekah lalu bergegas mencium punggung tangan orang yang telah bersedia menyisihkan nafkahnya itu. Episode seperti ini akan selalu kita lihat berulang kali dalam hidup kita.

***

Sedekah itu tanpa batas.  Nilai dan jumlahnya tak dibatasi, penerima sedekahnya juga tidak terbatas.  Artinya, penyedekah bisa memberikannya kepada siapa saja, dari yang terdekat hingga terjauh sekali pun.  Tak hanya itu, waktu untuk bersedekah pun tak pernah dibatasi.  Tak hanya di bulan-bulan tertentu saja, melainkan sepanjang waktu.  Selama seseorang mampu untuk bersedekah, baik di waktu sempit mau pun lapang, maka bersedekah dianjurkan.

 Nah, lantaran sedekah itu tanpa batas, maka tidak pernah dibatasi jumlah yang boleh disedekahkan.  Tidak ada nisab untuk sedekah, selama ia mampu maka teruslah bersedekah.  Tidak pernah ada ketentuan seseorang sudah boleh bebas tak bersedekah karena sudah terlalu sering bersedekah.  Dan yang terpenting, tidak pernah tertulis dalam sejarah ada orang yang jatuh miskin lantaran bersedekah.


***

 Sedekah itu ibadah yang unik. Unik karena ini satu-satunya investasi dengan tingkat laba yang pasti berlipat. Teori dalam Islam mengajarkan bahwa harta yang disedekahkan itu minimal akan digandakan 10 kali lipat (teori amalan kebaikan). Dalam teori lain disebutkan bahwa menginfakkan harta di jalan Allah itu ibarat menanam biji sawi yang berantingkan 7 tangkai dan setiap tangkai menumbuhkan 100 biji sawi. Artinya tiada yang sia-sia saat kita mengeluarkan harta kita untuk bersedekah. Soal kapan laba dari sedekah itu kita terima, serahkan saja pada Allah kapan waktu terbaiknya. Bisa jadi cepat, bisa jadi agak lambat, atau bisa jadi malah diinvestasikan semuanya hingga hasilnya dirasa di Akhirat kelak.


***

 Dalam sedekah ada pendidikan. Pendidikan bagi si Pemberi sedekah untuk menumbuhkan keyakinan akan janji Allah. Pendidikan untuk selalu respon terhadap gejala dan kebutuhan saudara di sekitarnya. Pendidikan dan latihan diri untuk berani berkorban menyisihkan harta yang telah  susah payah ia usahakan lalu ia berikan sebagiannya untuk penerima sedekah. Dan yang utama, Pendidikan Syukur. Syukur bahwa ia tidak termasuk para peminta sedekah dan syukur ia masih memiliki kelebihan harta untuk disedekahkan.

 Bagi si penerima sedekah sendiri, menerima sedekah adalah pendidikan untuk bersyukur atas nikmat Allah dan sabar atas ujiannya. Syukur disini tidak hanya berhenti di lisan, namun ada sebuah tekad tersembunyi agar di masa datang namanya akan masuk dalam daftar pemberi sedekah,bukan (lagi) sebagai penerima.

 ***


Bersedekah itu harus cerdas. Tugas si Pemberi Sedekah semestinya tidak mentok hanya sekedar memberi saja. Namun si pemberi sedekah juga harus memikirkan bagaimana caranya memberdayakan si penerima agar ke depan ia tidak lagi berkutat dalam dunia penerima sedekah. Dengan bersedekah, si pemberi harus mulai membentuk mental si penerima sedekah, agar ke depan ia bisa mendaya-gunakan sedekahnya dengan baik. Paling tidak untuk beberapa waktu ia tidak lagi meminta-minta walau belum mampu menjadi golongan pemberi sedekah.


Sedekah bukan sekadar menaruh uang di kotak amal.  Atau mengumpulkan para fakir miskin, anak yatim, kemudian membagi-bagikan amplop, lantas selesai.  Para pemberi sedekah tak selesai kewajibannya hanya sampai sebatas memberi.  Ada kewajiban lainnya, yakni tak membiarkan penerima sedekah menjadi orang-orang yang berketergantungan dengan sedekah.  Jangan sampai ada orang yang 'menikmati' hidup dengan pemberian orang lain.  Ada kewajiban bagi pemberi sedekah, yakni membuat penerima sedekah itu menjadi orang-orang yang berdaya.  Setidaknya hingga mereka sanggup mencapai tingkatan tak lagi bergantung pada sedekah dan bisa menghidupi diri dan keluarganya sendiri.

 ***

 Jadi siapakah yang semestinya lebih bahagia ? pemberi kah atau penerima ? dengan bersedekah, pemberi sedekah telah memiliki Laba yang pasti akan ia peroleh karena Allah sendiri yang akan membalasnya. Siapa yang tidak bahagia dengan kepastian janji Allah ?

 Dengan bersedekah, pemberi sedekah juga mendapatkan ketenangan hati dan rasa bahagia tatkala menyaksikan senyum tulus orang-orang yang menerima sedekahnya. Dengan bersedekah, ia bahagia karena telah berhasil membuktikan rasa Syukur pada Tuhannya. Dengan bersedekah, hartanya pun berlipat ganda.  Dengan sedekah, ia akan masuk dalam golongan yang mendapatkan manfaat sedekah seperti diberi kesehatan, dijauhkan dari mara bahaya dan tenang jiwanya.

 Sedekah yang hanya memberikan satu manfaat untuk penerimanya ternyata memberikan lebih banyak manfaat bagi si pemberi.

Lalu masihkah harus dijelaskan siapa yang lebih bahagia ?

Saturday 7 April 2012

Solihin Ma'ruf nakhodai PII Mesir periode 2012-2013

Jum'at (06/04),Perwakilan Pelajar Islam Indonesia (PII) Republik Arab Mesir Mengadakan Konferensi Perwakilan (Konper) VIII di Aula Baruga Kerukunan Keluarga Sulawesi. Konferensi yang mengambil tema “Akselerasi Pergerakan Pelajar Islam Indonesia dalam membangun Bangsa” dimulai pada pukul 15.00 Waktu Kairo dan dibuka langsung oleh Presiden PPMI Mesir, saudara Abu Nashar Bukhori,Lc. Dalam sambutannya, Presiden PPMI mengajak Kader PII Mesir untuk Mengapresiasi PII karena dikenal sebagai organisasi 'unik'. Hal ini mengingat bahwa PII seringkali menelorkan banyak kader yang beraktifitas dan menjadi penggerak di banyak organisasi. Abu Nashar juga mengajak kader PII Mesir untuk bahu membahu memberikan manfaat untuk Mahasiswa Indonesia yang ada di Mesir secara khusus dan Umat Islam secara umum.Acara pembukaan Konper VII PII Mesir ini juga diisi dengan pembacaan puisi oleh rumah akar budaya.

Setelah acara pembukaan,agenda Konferensi memasuki sidang pleno I yang membahas tentang tata tertib konferensi,tentatif acara dan pemilihan presidium sidang.Terpilih sebagai presidium sidang saudara M.Rois udin (kader asal Jawa Timur), Deska Irwansyah (Kader asal Banten) dan Saudari Riri Hanifah Wildani (Kader asal Sumatera Barat). Dalam Sidang Pleno II LPJ pengurus perwakilan PII Mesir periode 2008-2010 pun dibacakan dan kemudian ditanggapi oleh peserta konferensi.Zamzami saleh selaku ketua umum Perwakilan PII Mesir periode 2010-2012 dalam LPJ nya menyebutkan kendala terbesar yang dihadapi oleh Pengurus periode tersebut adalah dampak Revolusi Mesir yang menghambat kegiatan serta adanya perubahan karakter sosial mahasiswa yang menjadi lahan garap PII. LPJ PII Mesir Periode 2010-2012  akhirnya diterima dengan catatan harus memperbaiki beberapa kesalahan dalam pengetikan LPJ. Jajaran pengurus pun resmi Demisioner.

Agenda kemudian dilanjutkan dengan sidang pleno III yang membahas Garis Besar Haluan Organisasi untuk periode 2012-2013 serta rekomendasi Internal dan eksternal. Sidang ini berlangsung alot ketika terjadi pembahasan posisi Language Community (LC) yang sebelumnya sebagai Badan Khusus menjadi di Bawah Departemen Bahasa. Voting pun terjadi dan akhirnya memutuskan bahwa LC berada dibawah koordinasi departemen bahasa. Dalam Sidang Pleno III ini juga dibahas kriteria calon ketua umum periode 2012-2013.

Sidang pleno IV pun dilaksanakan dengan agenda pemilihan dewan formatur dan Ketua Umum Periode 2012-2013. Pemilihan dewan formatur berhasil memilih 5 orang anggota dewan formatur yang terdiri dari Solihin Ma'ruf, Abdul Murad, Asep Rifqi, M.Andhika Sakali dan Zamzami saleh. Konper VIII PII mesir akhirnya mengamanahkan Kepemimpinan PII Mesir periode 2012-2013 kepada Solihin Ma'ruf, kader PII asal Banten yang pada tahun 2010 lalu sempat mengikuti Muktamar Nasional PII di Anyer, Banten.

Konper VIII PII mesir akhirnya ditutup secara resmi pada Pukul 02.00 malam waktu kairo. Dalam sambutannya, Solihin mengajak seluruh kader PII Mesir untuk bahu membahu dalam membesarkan PII Mesir dan menjadikan PII Mesir sebagai media aktualisasi diri dan tempat belajar sebagaimana yang termaktub dalam catur bakti PII.(UZ)

Wednesday 4 April 2012

Al-Mabadi’ Al-Asyarah ; perkenalan tentang dasar-dasar disiplin ilmu.

Bagian.1 

Oleh : Uda Zami

Pendahuluan

Tak kenal maka tak sayang, ungkapan yang sangat ma’ruf terdengar di telinga kita ini ternyata banyak  juga benarnya. Perkenalan yang menyeluruh terhadap sesuatu biasanya akan mengantarkan kita untuk menyayangi hal tersebut. Begitu juga dalam masalah ilmu. Pengetahuan kita tentang ‘apa sih’ sebuah ilmu biasanya akan menimbulkan rasa penasaran untuk lebih menggali lagi ilmu tersebut. Sebaliknya, jika kita tidak tahu banyak tentang apa saja yang dibahas dalam sebuah ilmu, biasanya akan menimbulkan kejenuhan dan kebosanan sehingga ilmu pun akhirnya mampir hanya sebatas hafalan buat ujian.

Persoalannya, seringkali dalam mempelajari sebuah ilmu, kita terjebak untuk langsung membaca dan menggali referensi tentang ilmu tersebut tanpa melalui dulu proses ta’aruf  dengan ilmu tersebut. Akhirnya penggalian ilmu tersebut seringkali mandeg dan stagnan akibat kita sendiri belum memiliki pemahaman dasar dan menyeluruh terhadap ilmu tersebut. Hal ini mungkin menjadi salah satu penyebab kenapa ilmu-ilmu terutama yang membahas hal-hal ushul dalam agama menjadi tidak menarik.

Di beberapa pondok pesantren yang memang khusus mempelajari ilmu tentang hal-hal pokok dalam islam, perkenalan tentang dasar-dasar sebuah ilmu sering kali dilewatkan. Tuntutan kurikulum seringkali menjadi alibi untuk tidak mengajarkan dasar-dasar sebuah ilmu. Akibatnya fatal, santri belajar hanya demi ‘angka-angka’, bukan karena kemuliaan dan keberkahan ilmu tersebut. Implikasinya, ilmu pun seolah menguap dari kepala ketika selesai ujian karena ia hanya menjadi bahan hafalan, bukan sebagai proyek dinamisasi ilmu.

Oleh karena itu, tulisan-tulisan mendatang, mencoba untuk menjelaskan secara ringkas tentang pengenalan dasar-dasar ilmu tentang hal-hal pokok dalam islam. Perkenalan tersebut, dikalangan ilmuwan islam terkenal dengan istilah Al-Mabadi’ Al-Asyarah atau sepuluh hal pokok yang mesti dikenal oleh seorang pelajar sebelum ia lebih jauh menggali dan berdinamisasi dengan disiplin ilmu tersebut. Tulisan-tulisan selanjutnya juga akan membahas tentang kitab-kitab apa saja yang cocok untuk dijadikan referensi utama sebuah disiplin ilmu.

Mengenal  Al-Mabadi’ Al-‘Asyarah

Al-Mabadi’ Al-‘Asyarah adalah sebuah istilah yang dipakai oleh ilmuwan untuk menjelaskan 10 hal pokok tentang sebuah ilmu yang harus diketahui oleh para penuntutnya. 10 Hal tersebut dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Ali Ash-Shobban Al-Mishri, pengarang kitab Hasyiah ‘ala Syarh Al-Asymuni ‘ala Matni Alfiyah Ibn Malik fi An-nahw (wafat 1206 H) lewat nazhom (syair) sebagai berikut :

إن مبادئ كل علــــم عشرة***الحـــــد والموضوع ثم الثمرة
ونسبة وفضله والواضــــع***الاسم الاستمداد حكم الشــــارع
مســائل والبعض بالبعض اكتفى***ومن درى الجميع حاز الشـــرفا

“Sesungguhnya mabadi’/dasar setiap ilmu itu ada 10 yaitu Al-Had (defenisi), Al-Maudhu’ (pokok bahasan), Ats-Tsamroh (Hasil yang diperoleh), Nisbah (Nilai ilmu tersebut), fadl (keutamaan ilmu tersebut), Wadi’ (peletak dasar ilmu), Ism (Nama ilmu tersebut), Al-Istimdad (Dasar pengambilan ilmu), Hukum Asy-syari’ (hukum ilmu tersebut berdasarkan tinjauan syariah), dan Masail (masalah apa saja yang dibahas dalam ,dengan dan oleh ilmu tersebut).  Sebagian mabadi’ menjadi cukup dengan sebagian yang lain. Siapa yang yang menguasai dan memahami semua mabadi’ tersebut akan memperoleh kedudukan yang mulia”

Syaikh Abu Abbas, Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Yahya At-Tilmisani Al-Maliki (wafat 1040 H), menyebutkan tentang kedudukan dan pentingnya mengenal Al-Mabadi’ Al-‘Asyarah bagi seorang pelajar ilmu lewat syairnya :

مَـــــن رامَ فنـــاً فلْيُقدّمَ أولا***علماً بحده وموضوعٍ تـــــــلا
وواضــــــعٍ ونِسْبةٍ وما استمدّْ***منه وفضلِه وحكمٍ يُعتمـــــــدْ
واســـــــمٍ وما أفادَ والمسائلْ***فتلك عشرٌ للـمُـنى وســـــائلْ
وبعضُهم منها على البعض اقتصرْ***ومَـــن يكنِ يدري جميعَها انتصرْ

“Siapa yang ingin memasuki dunia sebuah disiplin ilmu pengetahuan, maka pertama kali ia harus tahu tentang defenisi dan apa saja yang dikaji oleh ilmu tersebut. Lalu ia harus mengetahui siapa peletak dasar ilmu tersebut, apa kedudukannya serta dari mana dasar pengambilan ilmu tersebut. Lalu ia juga harus tahu keutamaan yang diperoleh oleh seseorang yang menguasai ilmu tersebut serta apa hukumnya dalam pandangan islam. Kemudian ia juga harus tahu apa saja nama bagi disiplin ilmu tersebut, faedah mempelajarinya serta masalah apa saja yang akan dibahas dalam, dengan dan oleh ilmu tersebut. 10 hal inilah yang akan menyampaikan seseorang kepada cita-citanya. Siapa yang hanya mengetahui sebagian hal saja akan merasa kurang. Sedangkan yang mengetahui semuanya akan menang.”

10 Mabadi’ atau dasar-dasar pokok tentang sebuah disiplin ilmu tersebut adalah :

  1. Al-had / defenisi : Defenisi ilmu tersebut serta apa saja yang membedakannya dari disiplin ilmu yang lain
  2. Al-Madhu’/ Pokok bahasan :  Menjelaskan tentang apa saja yang akan dibahas dalam disiplin ilmu tersebut.
  3. Ats-Tsamrah / Hasil : Faedah dan hasil apa yang akan diperoleh oleh penuntut ilmu tersebut.
  4. Nisbah / Nilai ilmu : Nilai ilmu tersebut dalam pandangan Syari’at serta apa saja manfaat menuntut ilmu .
  5. Fadl / Keutamaan : Keutamaan mempelajari disiplin ilmu tersebut.
  6. Wadhi’ / Peletak dasar ilmu tersebut
  7. Isim / nama : Apa saja nama yang diberikan oleh para ilmuwan pada ilmu tersebut.
  8. Istimdad / Dasar ilmu : Apa saja yang menjadi dasar ilmu tersebut.
  9. Hukum : Apa hukum ilmu tersebut dalam pandangan syariat dan apa hukum mempelajarinya
  10. Masail / masalah : Masalah apa saja yang akan dibahas oleh ilmu tersebut, Lalu apa saja hal yang menjadi wilayah pembahasan ilmu tersebut.

Inilah 10 hal pokok yang mesti diketahui oleh seorang pelajar sebelum masuk lebih jauh dalam bahasan sebuah disiplin ilmu. 10 hal ini juga yang akan membuat seorang penuntut ilmu untuk selalu adil dan tekun dalam menuntut ilmu serta menyandarkan niatnya hanya karena Allah ta’ala. Tulisan mendatang akan mencoba menjelaskan secara ringkas tentang Al-Mabadi’ Al-‘Asyarah masing-masing ilmu serta beberapa kita dasar yang cocok sebagai bahan referensi ilmu tersebut. Semoga penulisan masalah ini dimudahkan oleh Allah dan selalu diberi petunjuk olehNya.

Wallahu a’lam bish-showab