Redaksi Menerima kiriman tulisan baik opini, artikel dan lain-lain
Tulisan bisa dikirim via email ke alamat : pwkpii.mesir@gmail.com
Jazakumullah khairan katsiran

Thursday, 1 December 2016

The Rain and Egyptian

Deraiannya hanya gerimis. Gerimis lembut berderai-derai. Lembut berjatuhan dari langit. Langit yg mendung kelam, gelap dingin membeku menggigil-gigil. Air hujan yg dijatuhkan lembut beriringan dgn angin dingin. Anginnya berdesir dingin menyelinap ke setiap sudut celah-celah tubuh. Lalu permukaan pipi dan hidung menjadi bagian paling dingin di antara yg lainnya. Gerimis kecil tapi deras dan angin dinginnya berdesir beriringan menghujani setiap yg ada di bumi. Salah satunya manusia. Manusia-manusia yg tengah sibuk memperkaya hati dan menajamkan akal dengan keluhuran ilmu. Menghujani kami..; orang2 yg sedang berlalu lalang di pelataran kampus tersayang..termulia..juga istimewa..;
كلية البنات الأزهر الشريف بالقاهرة.
      
     Adalah aku ; salah satu gadis yg berada dalam kampus itu. Yang berjalan menggigil tak berdaya. Dingin.., ngilu dan diterpa angin sadis yg super dingin. Berjalan sambil mendekap-dekap badan sendiri. Dihempas angin dan sutra-sutra gerimis yg lembut dan gemulai. Dingin memang...tapi senang.!. Justru tangan dan wajahku menengadah ke awan menadahi curahan air selembut sutra itu sambil lirih berdoa :

اللهم صيبا نافعا..!

dan tak lupa memanjatkan beberapa hajat.
Sengaja ku tak berteduh. Melainkan tetap berjalan di bawah langit-Nya. Melangkah pelan menikmati setiap deraiannya. Karena aku merindukannya. Rindu hujan. Merindukan hujan segar tanah bogor Indonesia. 

        Wajahku.., kutadahkan menyerapi setiap tetesannya. Dingin...lembut..dan lembut.! Wajahku menengadah sambil memejamkan mata menikmati setiap jatuhan anggun hujan gerimis penyambut musim dingin ini.

      Aku dibuai dalam kesyahduan menikmati gerimis lembut ini. Saking dibuainya.., tak terasa bajuku basah perlahan-lahan. Dan ada pemandangan yg membuatku tersenyum-senyum saat kubuka mata. Aku melihat dua orang Egyptian atau pribumi menari-nari dgn berpegangan satu sama lain, berhadapan, berpegangan kedua tangan lalu berputar-putar sambil tertawa-tawa kecil..senang.., riang gembira. Dan ku melihat-lihat ke sekeliling ternyata semuanya gembira. Teman-teman mesir sangat bahagia dengan turunnya hujan gerimis ini. Ada yang berteriak hepi sambil jingkrak-jingkrakan walau kedinginan, ada yg berlari-laru kecil sambil tertawa riang..,dan yg terakhir.., dan ini yg membuatku sedikit ingin tertawa kecil dan bilang " yaasalaam.." :-D.., yg paling unik ini adalah aku melihat sekelompok teman-teman mesir berkerumun sambil selfi. Haha..padahal dgn selfi dgn sebanyak orang itu, di hasil potonya tidak akan tampak air gerimis itu. Mungkin paling tidak saat selfi, kameranya menangkap tetesan kecil yg sedikit membasahi kerudung dan wajah mereka.

        Padahal setiap tahun di musim dingin aku selalu melihat pemandangan ini. Tapi hari ini aku benar-benar menikmati dan memperhatikan setiap sudut kegembiraan satu persatu. Pemandangan unik orang2 mesir saat menyambut hujan. Karena hujan bagi mereka adalah langka, juga istimewa. Tidak seperti kita indonesian.., yang mana sangat biasa menghadapi hujan beserta petirnya.

       Beda lagi kalau menghadapi gledek atau petir. Ini kebalikannya. Jika tadi mereka riang gembira menyambut gerimis, maka sebaliknya.., saat langit mendentumkan petir.., mereka ketakutan bukan main. Bahkan mereka berlari sembari menutup kepala mencari perlindungan yang entah kemana harus menghindar.

     Bahkan.., salah satu temanku menceritakan bahwa ada seorang temannya yg menikahi perempuan mesir lalu dibawa ke indonesia. Dan pada suatu hari, hujan diiringi petir. Maka sontak istrinya terkejut dan takut. Ia ketakutan lalu minta pulang kembali ke tanah kelahirannya. Dan dia pulang ke tanah piramida dengan kenangan petir indonesia. :-D.

Dalam mendungnya Kairo, 01 Desember 2016
Hawra bulbul

Sunday, 30 October 2016

Antara Kesholehan dan Kecerdasan

Oleh : Zia Ulkautsar Mukhlis

Seolah-olah hari ini kesholehan dan kecerdasan itu tak dapat disatukan, orang yg sholeh bukanlah orang yg cerdas, orang yang cerdas bukanlah orang yg sholeh atau pandangan yg parahnya adalah orang islam bukanlah orang yang cerdas, karna mereka adalah orang yg sholeh, sedangkan orang kafir adalah orang yang cerdas, karena merka bukan orang sholeh dan kecerdasan tidak bisa bersatu dengan kesholehan, secara umum hari ini ada bnyak orang yg berpikiran seperti ini, mungkin pandangan ini lahir krna melihat realita yg trjadi ddunia islam dan dunia barat, sekaligus pemahaman dari kesholehan tau ibadah itu yg sempit.
Lalu timbullah pertanyaan, "apakah pandangan di atas benar?"
Kita sederhanakan pemahaman di atas, yaitu "seorang Agamis dan Akademisi itu berbeda, dan tak dpat dua karakter ini bersatu pada satu tubuh", begtu intinya. Sebelum kita berbicara lebih jauh, perlu di ingat bahwa pandangan ini bukanlah pandangan seorang muslim, melainkan ini adalah pandangn orang-orang Barat, karna sebagai Umat Islam, kita memiliki sejarah sendiri yg sangat jauh berbeda dari sejarah Barat, lagi Gemilang. jika kita benar-benar membaca dan mempelajrinya serta bngga dengan sejarah kita dimasa lalu, maka tidak akan ditemukan pemisahan antra seorang Agamis dgn seorng Akademisi, karna dalam dunia Islam " pengetahuan dan Ibadah adalah kebutuhan pokok yg tak dapat dipisahkn", kedua-duanya sama-sama wajib, sama-sama kebutuhan jasmani dan sama-sama kebutuhan rohani.
Dan bagi orang Barat yg memiliki sejarah yg jauh berbeda berbda dengn islam, yaitu sejarah yg kelam dan jauh dari kata gemilang, seperti masa lalu merka dengan agama yg tidak harmonis dan jauh berbeda dngan umat Islam dlam beragama, seolah-olah bagi mreka, agama adalh satu bagian dan masyrakat adalah satu bagian yg lain, otoritas agama begitu kejam terhadap pemeluknya, ekstrimnya siapa yg menentang agama (gereja) akan di hukum atau dibunuh. Sampai pada puncaknya para pemeluknya lari dari agama dan membuat tandingan agama, yaitu sains atau ilmu pengetahuan, sebagi alat untuk menetang agama, karna itulah pandangan itu muncul: ilmuan bukan orang agama, dan orang agama bukan ilmuan.
Nah, setelah nampak dan jelas bagi kita sekarang bagaimna sejarah Islam dan Barat, lalu bagamna pemikiran pemisahan antra agamis dan akademisi itu muncul, maka dapat disimpulkan, bahwa pemikiran dan pandangan pemisahan itu bukan milik umat Islam yg menghargai Ilmu pengtahuan, melainkan itu adalah milik orang Barat, dan tak cocok jika pemikiran tersebut diterapkan pada umat Islam, karna Islam bukan hanya skedar mnghargai ilmu pngethuan melainkan juga mewajibkan bagi pmeluknya untuk menuntut ilmu,mengmbangkannya dan bermanfaat bagi banyak orang, tapi juga tak melupakn bahwa ada batasan-batasn yg perlu diperhatikn agar tak smpai melanggar ajaran-ajaran islam(Al Qur'an dan Sunnah), dan juga bagi umat Islam ilmu dan ibadah bukalah sesuatu yg tepisah, melainkan adalah satu kesatuan yg tak dapat dipisahkan, "karna mencari ilmu itu sendiri adalah ibadah", hukumnya saja wajib seperti melaksanakan sholat, lalu sesuatu yg wajib ini tidak kita namakan ibadah?! Tentu salah
Jika kita mau untuk lebih bangga lagi dengan ilmuan kita, maka bandingkanlah keduanya, tak cukup rasanya jika hanya membandingkan ilmunya saja, tapi sebagi bentuk wujud dari ilmu tersebut juga perlu dperhatikan, bagaimana keseharian kedua ilmuan ini(barat dan muslim), bagaimana pribadi keduannya dan bagaimna sikap keduanya. Jika kita mengetahui bahwa ilmuan islam memeliki ketawaduan dalam ilmu, memiliki pribadi yg kokoh, menawan, tak tunduk pada penguasa, hidup dalam kesederhanaan, jauh dari kekayaan, memiliki akhlak yg tinggi, sedap mata memandangnya, tenang hati duduk besamanya dan ingat tuhan ketika melihat wjahnya serta bangga saat membaca dirinya, lalu muncullah pertanyaan, apakah ilmuan barat demikian?
Terakhir,Wahai pemuda, tokohilah siapa yg pantas kau tokohi, jika kau salah menokohi seseorang, maka pribadimu juga akan salah
Islam bukanlah membenci pengetahuan, karna pengetahuan adalah bagian dari Islam itu sendiri, jadilah seorang ilmuan yg tak sekedar mmiliki ilmu yg luas, nmun juga taat beribadah, memiliki akhlak yg baik dan selalu bersikap tawadu', karna begitulah seorang Ilmuan Muslim seharusnya, dan kau juga harus bangga menjadi seorang Muslim dan menjadi Ilmuan Muslim.

Sunday, 23 October 2016

Urgensi Ilmu Sebagai Landasan Gerakan dan Rekayasa Sosial





Kata Kunci : Urgensi Ilmu, Landasan Gerakan, Rekayasa Sosial.


Penulis : Rona Rohmana


Ilmu memiliki hakikat yang sangat tinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dia menjadi pondasi akan segala bidang profesi yang ada di muka bumi ini, siapapun dia maka ilmu ini menjadi bagian terpenting yang mengawal dirinya dalam bersosialisasi dengan lingkungan nya. Para pakar cendikia baik dari golongan kiri ataupun golongan kanan, telah banyak sekali mendefinisikan tentang ilmu. 


Secara bahasa Ilmu berasal dari bahasa Arab ‘Alima ya’lamu ‘Ilman fahuwa ‘aalimun wal jamak ‘Ulamaa. Yang berarti mengetahui atau perbuatan untuk mengetahui segala sesuatu dengan sebenar benarnya. Selain itu,  sesuai dengan klaim barat bahwa secara latin ‘Ilmu berasal dari kata science, yang berarti pengetahuan atau pemahaman. 


Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Depdikbud 1988) memiliki dua pengertian, yaitu :    

1. Ilmu diartikan sebagai suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya.

2. Ilmu diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian, tentang soal duniawi, akhirat, lahir, bathin, dan sebagainya, seperti ilmu akhirat, ilmu akhlak, ilmu bathin, ilmu sihir, dan sebagainya.
 

Sebagaimana telah penulis sampaikan diatas bahwa banyak para pakar ilmu yang telah mendefinisikan tentang ilmu itu sendiri, diantaranya :


1.       Menurut Prof. Dr Syed Naquib Alattas. Ilmu merupakan ketibaan makna dalam diri seseorang yang dapat menyebabkan perubahan berdasarkan ilmu yang dicapai atau diperoleh.


2.       Menurut Ashely Montagu. Ilmu ialah pengetahuan dalam satu sistem yang berasal dari studi, pengamatan juga percobaan untuk menentukan dasar prinsip tentang suatu hal yang sedang dikaji.


3.       Menurut Mohammad Hatta. Ilmu ialah sebuah pengetahuan yang teratur mengenai pekerjaan hukum secara kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya yang tampak dari luar, maupun dari dalam.


4.       Menurut Shapere (1974), konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal yaitu adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi dan dapat disistematisasi.


5.       Menurut Schulz (1962),Pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan realitas sosial.


Masih banyak lagi tokoh-tokoh yang mendefinisikan tentang ilmu yang tidak mungkin dituliskan disini. Jika ditarik kesimpulan maka penulis mendefinisikan, “ilmu merupakan suatu pengetahuan hasil dari olah rasio atau hasil dari sebuah pengalaman yang membentuk pribadi seseorang, dan menjadikan seseorang melakukan perubahan dalam dirinya”


Setelah kita membahas apa itu ilmu mari kita mulai masuk pada pembahasan urgensi ilmu sebagai landasan  gerakan dan rekayasa sosial. Secara sederhana analogi dari sebuah urgensi ilmu yaitu, seseorang tidak akan yang akan pergi ke Bandung, dia tidak akan bisa sampai ke tujuannya, sebelum dia benar benar tahu, dimana dan harus bagaimana supaya sampai ke Bandung, maka proses itu disebut suatu ilmu. Analogi lainnya, seseorang yang mencintai akan terkesan menyakiti atau memata matai orang yang dicintainya, jika dia tidak memakai ilmu untuk mengungkapkan rasa cinta nya. So, ini penting, apapun yang kita inginkan maka mesti disertai ilmu seperti dalam hadits (masih perlu diteliti kebenaran haditsnya) disebutkan “Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah berilmu.Barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu.Barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah dengan ilmu.”


Dunia pergerakan adalah dunia yang asik, bagi seorang mahasiswa seyogyanya mencicipi warna warni pergerakan dimasa muda nya, dunia dengan perputaran roda ruh perjuangan yang dinamis dan eksotis. Seorang mahasiswa dikalangan masyarakat adalah para kaum intelek, kaum pemikir dan penggerak. Mahasiswa adalah gerbang akhir dari sebuah perjalanan intelektualnya sebelum benar benar terjun di masyarakat. Mahasiswa yang selalu dilabeli dengan Agent Of Change, Moral Force, Iron Stock atau lainnya menjadi keniscayaan untuk mengetahui arti dari sebuah pergerakan. 


Dunia pergerakan didasari atas belum adanya kesesuaian antara idelitas sosial dengan realitas sosial yang ada. Dunia pergerakan memiliki beberapa dimensi yang terkandung didalamnya seperti intelektualitas, orientasi kemasyarakatan serta gerakan yang bersifat strategis dan taktis. Dunia pergerakan berbeda dengan kegiatan kampus. Dunia pergerakan didasari atas kesadaran untuk melakukan suatu perubahan sosial yang langsung terjun di masyarakat dengan cakupan yang lebih luas dan terus menerus, sedangkan kegiatan kampus atau kita sebut dengan kegiatan kemahasiswaan, seperti belajar, masuk UKM, Senat dan ikut dikepanitiaan bisa diajdikan sebagai fasilitator untuk mengembangkan diri baik akademis maupun non-akademis. Namun, seringkali tidak terlihat batasan yang jelas antara pergerakan dengan kegiatan yang dilakukan. Sehingga sangat jelas dunia pergerakan disini lebih memiliki system yang memberikan pandangan lebih jauh untuk merekayasa perubahan sosial.


Dunia pergerakan menuntut untuk peka terhadap isu sosial masyarakat disekelilingnya, baik cakupannya nasional ataupun internasional, memaksa kita untuk keluar dari zona nyaman. Karena secara umum, setiap perubahan yang terjadi satu sama lain saling berkaitan, sehingga dunia pergerakan harus focus dalam kajian pergerakannya agar dia mampu untuk menajawab problematika yang terjadi di era globalisasi ini. 


Tentu hal ini memerlukan ilmu yang sangat luas, memerlukan wadah  untuk berlatih dalam mengembangkan wawasan dan menempa diri. Disini ilmu menjadi bagian yang sangat penting untuk mendasari setiap gerakan yang akan dilakukan dalam melakukan rekayasa perubahan masyarakat. 


Seringkali aksi dari pergerakan menimbulkan perpecahan dan menimbulkan masalah masalah dalam masyarakat, sebagai contoh bentrok antar ormas yang kerpa kali terjadi dimasyarkat kita, ormas yang katanya pemersatu umat justru disini dia menjadi pemecah dan menjadikan masyarakat berkelompok kelompok. Hal ini secara eksplisit adalah karena kurang nya ilmu atau ketidak sepahamannya suatu kelompok terhadap pergerakan itu sendiri. 


Untuk melakukan suatu rekayasa sosial tentu tidak bisa dilakukan tanpa ilmu, bagaima suatu masyarakat yang sangat majemuk bisa direkayasa perubahan nya tanpa didasari oleh sebuah ilmu, disinilah Ilmu menjadi satu satunya hal terpenting dalam perubahan sosial. 


Menurut bentuknya, perubahan sosial terjadi dengan dua bentuk perubahan, yang direncanakan (intended change) dan yang tidak direncanakan (unintended/Unplaning Change). 


Sebagai contoh perubahan sosial yang terjadi di Indonesia adalah keteraturan masyarakat Indonesia yang diatur oleh suatu system konstitusi yang diberlakukan pada masyarakatnya. Indoesia adalah negara yang berdasar pada sebuah konstitusi negara, maka dapat dikatakan bahwa disini hukum menjadi alat perubahan sosial. 


Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan (intended Change) adalah perubahan yang sudah direncanakan, direkayasa sedemikian rupa sehingga ada langkah langkah taktis yang dikerjakan, perencanaan ini disebut sebagai rekayasa sosial (social planning). Orang-orang yang mengupayakan perubahan sosial ini kemudian disebuat sebagai agent of Change. Sedangkan perubahan yang tidak dikehendakai (Unplaning change), biasanya ini terjadi tanpa dugaan atau tanpa prediksi, atau biasanya diluar kendali masyarakat, hal ini bisa saja karena kejadian bencana alam atau banjir, atau bentuk kejadian alam lainya yang memicu terjadinya perubahhan sosial. 


Jelaslah suatu pergerakan ataupun rekayasa sosial memerlukan ilmu untuk menjadikannya sebagai suatu proses yang matang, suatu social planning yang memiliki foundamental tinggi serta akurat dalam memprediksi kondisi yang akan terjadi. Maka ilmu dalam hal ini menjadi sangat urgent. Tidak mungkin suatu masyarakat bisa dirubah tanpa sebuah perencanaan yang matang dan bagaimana bisa merencanakan tanpa ilmu yang menopang akan kebutuhan rekayasa sosial tersebut. 


Disini penulis ingin menegaskan apa yang hendak disampaikan, yaitu pentingnya suatu ilmu untuk dijadikan dasar dalam suatu pergerakan baik dikalangan mahasiswa ataupun dalam kehidupan nyata dalam bermasyarakat. Baik untuk individu ataupun kelompok hendaklah selalu mengedepankan ilmu diatas segalanya. Jadilah manusia pembelajar, yang senantiasa haus dan lapar akan ilmu, dan tetaplah menjadi bodoh, agar kita senantiasa mau belajar dan meningkatkan intelektualitas kita disetiap saat dan tempat. 


Sumber Referensi : KBBI, google, dan artikel artikel rekayasa sosial.

Sumber Inspirasi : “Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah berilmu.Barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu.Barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah dengan ilmu.”

Saturday, 22 October 2016

Pwk PII Mesir Gelar Ta'lim Gabungan Jilid II

Kairo, Juma'at (Pwk PII Mesir) : Perwakilan Pelajar Islam Indonesia (Pwk PII) Republik Arab Mesir kembali menggelar Ta'lim Gabungan Jilid II, Jum'at (21/10) sore di Mabes Pwk PII. Ta'lim Gabungan adalah ta'lim yang bertujuan menghidupkan kembali ta'lim yang sempat vakum dan menyatukan seluruh kader dari semua jenjang. Ta'lim Gabungan kali ini mengupas buku Kanda Djayadi Hanan "Gerakan Pelajar Islam di Bawah Bayang-Bayang Negara". Buku ini membahas perjalanan PII dari perspektif Politik. Berlangsung sejak pukul 15:58 sampai 18:10 Clt, Ta'lim berjalan lancar.

"Alhamdulillah Ta'lim berjalan lancar meskipun ada beberapa presentator berhalangan hadir." Terang Rona Rohmana, Ketua Umum Pwk PII Mesir Periode 2016-2018 yang sekaligus menjadi salah satu presentator.

Acara diawali dengan pembacaan Ayat Suci Al-Quran oleh Abbas dilanjutkan presentator mempresentasikan hasil bacaannya. Untuk menggantikan presentator yang berhalangan hadir, Faris Irfanuddin tampil melengkapi.

Diskusi yang berjalan lebih bersifat monolog, artinya tidak terjadi tanya jawab disana. Lalu ta'lim ditutup dengan mendiskusikan buku apa yang akan dikaji berikutnya. Terpilihlah buku Dr. Jeje Zaenuddin berjudul "Metode dan Strategi Penerapan Syariat Islam di Indonesia".

"Semoga kedepannya bisa lebih baik lagi." Pungkas Rona. *

Friday, 21 October 2016

Radikalisme Agama Tanggungjawab Kita Bersama


Oleh : Faris Irfanuddin
Dalam ranah medis, seorang dokter jika ingin mengobati pasien, ia terlebih dahulu mendiagnosa dua hal mendasar. Pertama Penyebab dan kedua Gejala. Penyebab adalah inti dari permasalahan yang diderita pasien sementara gejala adalah efek yang timbul. Seorang pasien penderita batuk disebabkan terlalu banyak mengkonsumsi makanan berminyak misalnya. Maka, berlebihan dalam konsumsi makanan berminyak adalah penyebab dan batuk adalah gejala. Dokter lalu memberikan resep sekaligus menasehati pasien supaya mengurangi konsumsi makanan berminyak. Tentu resep dan nasehat yang diberikan berbeda jika penyebabnya hal lain. Dari sini bisa kita tangkap urgensi dalam menentukan mana penyebab mana gejala.
Dari analogi diatas dapat kita tarik satu pertanyaan mendasar terkait tema yang sedang kita diskusikan: Radikalisme Agama, Penyebab atau Gejala ?. Sebelum lebih jauh mendiskusikan persoalan ini ada baiknya kita menyamakan persepsi terlebih dahulu. Sejak dini alangkah baiknya jika kita sepakat bahwa kitalah ‘dokter’ yang memikul tanggung jawab untuk mengobati Bangsa Indonesia. Atau meminjam istilah Bpk. Anies Baswedan, kita harus turun tangan bersama melunasi janji kemerdekaan Bangsa Indonesia. Salah satu janji itu adalah menjaga integritas bangsa ini.
Setidaknya ada dua pendekatan untuk menemukan jawaban diatas. Pertama, pendekatan tekstual. Maksudnya adalah kita cek dan teliti dalam teks-teks agama, adakah teks yang secara tersirat maupun tersurat memerintahkan atau menganjurkan penganutnya melakukan tidakan radikal ? Dalam teks Al-Quran, sebagai kitab pedoman umat islam yang merupakan mayoritas di Indonesia, tidak kita temukan perintah maupun anjuran itu. Yang ada justru perintah untuk berbuat baik sesama manusia, berlaku adil dan sebagainya yang mencerminkan budi pekerti luhur. Memang di dalam Al-Quran terdapat ayat tentang perintah untuk memerangi orang kafir dan sebagainya yang barangkali oleh sebagian orang yang belum faham terdengar ekstrim atau radikal . Tetapi itu semua baru dapat dilaksanakan jika syarat-syaratnya terpenuhi, bukan diinterpretasikan seenaknya semau kita.
Kedua, pendekatan realitas sosial. Realitanya hari ini di negeri kita banyak kelompok-kelompok yang menjadikan agama sebagai landasan ideologi dalam setiap gerak aktifitasnya justru melakukan tindakan-tindakan yang kontradiktif dengan apa yang agama ajarkan. Dan yang perlu digaris bawahi adalah aksi-aksi radikal ini tidak muncul begitu saja tanpa sebab, justru lebih kepada reaksi atau respon terhadap tindakan, pernyataan atau kebijakan yang memicu munculnya desakralisasi agama. Motifnya mungkin berbeda-beda tergantung kepada apa yang disaksikan dari realita yang ada dan difahami dari tekstual yang tersedia.
Dari dua pendekatan ini dapat kita tarik jawaban dari soal diatas bahwa radikalisme agama bukan penyebab tetapi gejala. Lantas apa penyebabnya ? Masih dari dua pendekatan diatas, ada dua inti penyebab. Kesatu, merajalelanya kedzaliman serta tidak ditegakkanya keadilan. Seperti dipaparkan diatas, teks-teks Al-Quran sangat menghendaki ditegakkanya keadilan serta mengutuk segala bentuk kedzaliman. Dalam hal ini setiap komponen Bangsa Indonesia, tidak hanya pemerintah tetapi semuanya memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjadikan keadilan sebagai ruh Indonesia serta menjaga integritas bangsa ini. Kedua, pemahaman keliru atas teks-teks agama. Untuk yang satu ini tanggung jawab besar diamanahkan kepada para Ulama-tokoh agama yang bertugas menterjemahkan pesan-pesan Ilahi kepada masyarakat. Lalu jika terjadi penyimpangan atau penyelewengan oleh ulama-tokoh agama atas teks-teks agama ini maka kita, lagi-lagi meminjam istilah Bpk. Anies Baswedan tidak boleh diam dan mendiamkanya. Dua hal ini jika dapat kita sembuhkan, maka polemik radikalisme agama dapat terselesaikan dan dengan itu ancaman akan integritas bangsa satu-persatu dapat teratasi.