Redaksi Menerima kiriman tulisan baik opini, artikel dan lain-lain
Tulisan bisa dikirim via email ke alamat : pwkpii.mesir@gmail.com
Jazakumullah khairan katsiran

Sunday, 30 October 2016

Antara Kesholehan dan Kecerdasan

Oleh : Zia Ulkautsar Mukhlis

Seolah-olah hari ini kesholehan dan kecerdasan itu tak dapat disatukan, orang yg sholeh bukanlah orang yg cerdas, orang yang cerdas bukanlah orang yg sholeh atau pandangan yg parahnya adalah orang islam bukanlah orang yang cerdas, karna mereka adalah orang yg sholeh, sedangkan orang kafir adalah orang yang cerdas, karena merka bukan orang sholeh dan kecerdasan tidak bisa bersatu dengan kesholehan, secara umum hari ini ada bnyak orang yg berpikiran seperti ini, mungkin pandangan ini lahir krna melihat realita yg trjadi ddunia islam dan dunia barat, sekaligus pemahaman dari kesholehan tau ibadah itu yg sempit.
Lalu timbullah pertanyaan, "apakah pandangan di atas benar?"
Kita sederhanakan pemahaman di atas, yaitu "seorang Agamis dan Akademisi itu berbeda, dan tak dpat dua karakter ini bersatu pada satu tubuh", begtu intinya. Sebelum kita berbicara lebih jauh, perlu di ingat bahwa pandangan ini bukanlah pandangan seorang muslim, melainkan ini adalah pandangn orang-orang Barat, karna sebagai Umat Islam, kita memiliki sejarah sendiri yg sangat jauh berbeda dari sejarah Barat, lagi Gemilang. jika kita benar-benar membaca dan mempelajrinya serta bngga dengan sejarah kita dimasa lalu, maka tidak akan ditemukan pemisahan antra seorang Agamis dgn seorng Akademisi, karna dalam dunia Islam " pengetahuan dan Ibadah adalah kebutuhan pokok yg tak dapat dipisahkn", kedua-duanya sama-sama wajib, sama-sama kebutuhan jasmani dan sama-sama kebutuhan rohani.
Dan bagi orang Barat yg memiliki sejarah yg jauh berbeda berbda dengn islam, yaitu sejarah yg kelam dan jauh dari kata gemilang, seperti masa lalu merka dengan agama yg tidak harmonis dan jauh berbeda dngan umat Islam dlam beragama, seolah-olah bagi mreka, agama adalh satu bagian dan masyrakat adalah satu bagian yg lain, otoritas agama begitu kejam terhadap pemeluknya, ekstrimnya siapa yg menentang agama (gereja) akan di hukum atau dibunuh. Sampai pada puncaknya para pemeluknya lari dari agama dan membuat tandingan agama, yaitu sains atau ilmu pengetahuan, sebagi alat untuk menetang agama, karna itulah pandangan itu muncul: ilmuan bukan orang agama, dan orang agama bukan ilmuan.
Nah, setelah nampak dan jelas bagi kita sekarang bagaimna sejarah Islam dan Barat, lalu bagamna pemikiran pemisahan antra agamis dan akademisi itu muncul, maka dapat disimpulkan, bahwa pemikiran dan pandangan pemisahan itu bukan milik umat Islam yg menghargai Ilmu pengtahuan, melainkan itu adalah milik orang Barat, dan tak cocok jika pemikiran tersebut diterapkan pada umat Islam, karna Islam bukan hanya skedar mnghargai ilmu pngethuan melainkan juga mewajibkan bagi pmeluknya untuk menuntut ilmu,mengmbangkannya dan bermanfaat bagi banyak orang, tapi juga tak melupakn bahwa ada batasan-batasn yg perlu diperhatikn agar tak smpai melanggar ajaran-ajaran islam(Al Qur'an dan Sunnah), dan juga bagi umat Islam ilmu dan ibadah bukalah sesuatu yg tepisah, melainkan adalah satu kesatuan yg tak dapat dipisahkan, "karna mencari ilmu itu sendiri adalah ibadah", hukumnya saja wajib seperti melaksanakan sholat, lalu sesuatu yg wajib ini tidak kita namakan ibadah?! Tentu salah
Jika kita mau untuk lebih bangga lagi dengan ilmuan kita, maka bandingkanlah keduanya, tak cukup rasanya jika hanya membandingkan ilmunya saja, tapi sebagi bentuk wujud dari ilmu tersebut juga perlu dperhatikan, bagaimana keseharian kedua ilmuan ini(barat dan muslim), bagaimana pribadi keduannya dan bagaimna sikap keduanya. Jika kita mengetahui bahwa ilmuan islam memeliki ketawaduan dalam ilmu, memiliki pribadi yg kokoh, menawan, tak tunduk pada penguasa, hidup dalam kesederhanaan, jauh dari kekayaan, memiliki akhlak yg tinggi, sedap mata memandangnya, tenang hati duduk besamanya dan ingat tuhan ketika melihat wjahnya serta bangga saat membaca dirinya, lalu muncullah pertanyaan, apakah ilmuan barat demikian?
Terakhir,Wahai pemuda, tokohilah siapa yg pantas kau tokohi, jika kau salah menokohi seseorang, maka pribadimu juga akan salah
Islam bukanlah membenci pengetahuan, karna pengetahuan adalah bagian dari Islam itu sendiri, jadilah seorang ilmuan yg tak sekedar mmiliki ilmu yg luas, nmun juga taat beribadah, memiliki akhlak yg baik dan selalu bersikap tawadu', karna begitulah seorang Ilmuan Muslim seharusnya, dan kau juga harus bangga menjadi seorang Muslim dan menjadi Ilmuan Muslim.

Sunday, 23 October 2016

Urgensi Ilmu Sebagai Landasan Gerakan dan Rekayasa Sosial





Kata Kunci : Urgensi Ilmu, Landasan Gerakan, Rekayasa Sosial.


Penulis : Rona Rohmana


Ilmu memiliki hakikat yang sangat tinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dia menjadi pondasi akan segala bidang profesi yang ada di muka bumi ini, siapapun dia maka ilmu ini menjadi bagian terpenting yang mengawal dirinya dalam bersosialisasi dengan lingkungan nya. Para pakar cendikia baik dari golongan kiri ataupun golongan kanan, telah banyak sekali mendefinisikan tentang ilmu. 


Secara bahasa Ilmu berasal dari bahasa Arab ‘Alima ya’lamu ‘Ilman fahuwa ‘aalimun wal jamak ‘Ulamaa. Yang berarti mengetahui atau perbuatan untuk mengetahui segala sesuatu dengan sebenar benarnya. Selain itu,  sesuai dengan klaim barat bahwa secara latin ‘Ilmu berasal dari kata science, yang berarti pengetahuan atau pemahaman. 


Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Depdikbud 1988) memiliki dua pengertian, yaitu :    

1. Ilmu diartikan sebagai suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya.

2. Ilmu diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian, tentang soal duniawi, akhirat, lahir, bathin, dan sebagainya, seperti ilmu akhirat, ilmu akhlak, ilmu bathin, ilmu sihir, dan sebagainya.
 

Sebagaimana telah penulis sampaikan diatas bahwa banyak para pakar ilmu yang telah mendefinisikan tentang ilmu itu sendiri, diantaranya :


1.       Menurut Prof. Dr Syed Naquib Alattas. Ilmu merupakan ketibaan makna dalam diri seseorang yang dapat menyebabkan perubahan berdasarkan ilmu yang dicapai atau diperoleh.


2.       Menurut Ashely Montagu. Ilmu ialah pengetahuan dalam satu sistem yang berasal dari studi, pengamatan juga percobaan untuk menentukan dasar prinsip tentang suatu hal yang sedang dikaji.


3.       Menurut Mohammad Hatta. Ilmu ialah sebuah pengetahuan yang teratur mengenai pekerjaan hukum secara kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya yang tampak dari luar, maupun dari dalam.


4.       Menurut Shapere (1974), konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal yaitu adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi dan dapat disistematisasi.


5.       Menurut Schulz (1962),Pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan realitas sosial.


Masih banyak lagi tokoh-tokoh yang mendefinisikan tentang ilmu yang tidak mungkin dituliskan disini. Jika ditarik kesimpulan maka penulis mendefinisikan, “ilmu merupakan suatu pengetahuan hasil dari olah rasio atau hasil dari sebuah pengalaman yang membentuk pribadi seseorang, dan menjadikan seseorang melakukan perubahan dalam dirinya”


Setelah kita membahas apa itu ilmu mari kita mulai masuk pada pembahasan urgensi ilmu sebagai landasan  gerakan dan rekayasa sosial. Secara sederhana analogi dari sebuah urgensi ilmu yaitu, seseorang tidak akan yang akan pergi ke Bandung, dia tidak akan bisa sampai ke tujuannya, sebelum dia benar benar tahu, dimana dan harus bagaimana supaya sampai ke Bandung, maka proses itu disebut suatu ilmu. Analogi lainnya, seseorang yang mencintai akan terkesan menyakiti atau memata matai orang yang dicintainya, jika dia tidak memakai ilmu untuk mengungkapkan rasa cinta nya. So, ini penting, apapun yang kita inginkan maka mesti disertai ilmu seperti dalam hadits (masih perlu diteliti kebenaran haditsnya) disebutkan “Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah berilmu.Barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu.Barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah dengan ilmu.”


Dunia pergerakan adalah dunia yang asik, bagi seorang mahasiswa seyogyanya mencicipi warna warni pergerakan dimasa muda nya, dunia dengan perputaran roda ruh perjuangan yang dinamis dan eksotis. Seorang mahasiswa dikalangan masyarakat adalah para kaum intelek, kaum pemikir dan penggerak. Mahasiswa adalah gerbang akhir dari sebuah perjalanan intelektualnya sebelum benar benar terjun di masyarakat. Mahasiswa yang selalu dilabeli dengan Agent Of Change, Moral Force, Iron Stock atau lainnya menjadi keniscayaan untuk mengetahui arti dari sebuah pergerakan. 


Dunia pergerakan didasari atas belum adanya kesesuaian antara idelitas sosial dengan realitas sosial yang ada. Dunia pergerakan memiliki beberapa dimensi yang terkandung didalamnya seperti intelektualitas, orientasi kemasyarakatan serta gerakan yang bersifat strategis dan taktis. Dunia pergerakan berbeda dengan kegiatan kampus. Dunia pergerakan didasari atas kesadaran untuk melakukan suatu perubahan sosial yang langsung terjun di masyarakat dengan cakupan yang lebih luas dan terus menerus, sedangkan kegiatan kampus atau kita sebut dengan kegiatan kemahasiswaan, seperti belajar, masuk UKM, Senat dan ikut dikepanitiaan bisa diajdikan sebagai fasilitator untuk mengembangkan diri baik akademis maupun non-akademis. Namun, seringkali tidak terlihat batasan yang jelas antara pergerakan dengan kegiatan yang dilakukan. Sehingga sangat jelas dunia pergerakan disini lebih memiliki system yang memberikan pandangan lebih jauh untuk merekayasa perubahan sosial.


Dunia pergerakan menuntut untuk peka terhadap isu sosial masyarakat disekelilingnya, baik cakupannya nasional ataupun internasional, memaksa kita untuk keluar dari zona nyaman. Karena secara umum, setiap perubahan yang terjadi satu sama lain saling berkaitan, sehingga dunia pergerakan harus focus dalam kajian pergerakannya agar dia mampu untuk menajawab problematika yang terjadi di era globalisasi ini. 


Tentu hal ini memerlukan ilmu yang sangat luas, memerlukan wadah  untuk berlatih dalam mengembangkan wawasan dan menempa diri. Disini ilmu menjadi bagian yang sangat penting untuk mendasari setiap gerakan yang akan dilakukan dalam melakukan rekayasa perubahan masyarakat. 


Seringkali aksi dari pergerakan menimbulkan perpecahan dan menimbulkan masalah masalah dalam masyarakat, sebagai contoh bentrok antar ormas yang kerpa kali terjadi dimasyarkat kita, ormas yang katanya pemersatu umat justru disini dia menjadi pemecah dan menjadikan masyarakat berkelompok kelompok. Hal ini secara eksplisit adalah karena kurang nya ilmu atau ketidak sepahamannya suatu kelompok terhadap pergerakan itu sendiri. 


Untuk melakukan suatu rekayasa sosial tentu tidak bisa dilakukan tanpa ilmu, bagaima suatu masyarakat yang sangat majemuk bisa direkayasa perubahan nya tanpa didasari oleh sebuah ilmu, disinilah Ilmu menjadi satu satunya hal terpenting dalam perubahan sosial. 


Menurut bentuknya, perubahan sosial terjadi dengan dua bentuk perubahan, yang direncanakan (intended change) dan yang tidak direncanakan (unintended/Unplaning Change). 


Sebagai contoh perubahan sosial yang terjadi di Indonesia adalah keteraturan masyarakat Indonesia yang diatur oleh suatu system konstitusi yang diberlakukan pada masyarakatnya. Indoesia adalah negara yang berdasar pada sebuah konstitusi negara, maka dapat dikatakan bahwa disini hukum menjadi alat perubahan sosial. 


Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan (intended Change) adalah perubahan yang sudah direncanakan, direkayasa sedemikian rupa sehingga ada langkah langkah taktis yang dikerjakan, perencanaan ini disebut sebagai rekayasa sosial (social planning). Orang-orang yang mengupayakan perubahan sosial ini kemudian disebuat sebagai agent of Change. Sedangkan perubahan yang tidak dikehendakai (Unplaning change), biasanya ini terjadi tanpa dugaan atau tanpa prediksi, atau biasanya diluar kendali masyarakat, hal ini bisa saja karena kejadian bencana alam atau banjir, atau bentuk kejadian alam lainya yang memicu terjadinya perubahhan sosial. 


Jelaslah suatu pergerakan ataupun rekayasa sosial memerlukan ilmu untuk menjadikannya sebagai suatu proses yang matang, suatu social planning yang memiliki foundamental tinggi serta akurat dalam memprediksi kondisi yang akan terjadi. Maka ilmu dalam hal ini menjadi sangat urgent. Tidak mungkin suatu masyarakat bisa dirubah tanpa sebuah perencanaan yang matang dan bagaimana bisa merencanakan tanpa ilmu yang menopang akan kebutuhan rekayasa sosial tersebut. 


Disini penulis ingin menegaskan apa yang hendak disampaikan, yaitu pentingnya suatu ilmu untuk dijadikan dasar dalam suatu pergerakan baik dikalangan mahasiswa ataupun dalam kehidupan nyata dalam bermasyarakat. Baik untuk individu ataupun kelompok hendaklah selalu mengedepankan ilmu diatas segalanya. Jadilah manusia pembelajar, yang senantiasa haus dan lapar akan ilmu, dan tetaplah menjadi bodoh, agar kita senantiasa mau belajar dan meningkatkan intelektualitas kita disetiap saat dan tempat. 


Sumber Referensi : KBBI, google, dan artikel artikel rekayasa sosial.

Sumber Inspirasi : “Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah berilmu.Barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu.Barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah dengan ilmu.”

Saturday, 22 October 2016

Pwk PII Mesir Gelar Ta'lim Gabungan Jilid II

Kairo, Juma'at (Pwk PII Mesir) : Perwakilan Pelajar Islam Indonesia (Pwk PII) Republik Arab Mesir kembali menggelar Ta'lim Gabungan Jilid II, Jum'at (21/10) sore di Mabes Pwk PII. Ta'lim Gabungan adalah ta'lim yang bertujuan menghidupkan kembali ta'lim yang sempat vakum dan menyatukan seluruh kader dari semua jenjang. Ta'lim Gabungan kali ini mengupas buku Kanda Djayadi Hanan "Gerakan Pelajar Islam di Bawah Bayang-Bayang Negara". Buku ini membahas perjalanan PII dari perspektif Politik. Berlangsung sejak pukul 15:58 sampai 18:10 Clt, Ta'lim berjalan lancar.

"Alhamdulillah Ta'lim berjalan lancar meskipun ada beberapa presentator berhalangan hadir." Terang Rona Rohmana, Ketua Umum Pwk PII Mesir Periode 2016-2018 yang sekaligus menjadi salah satu presentator.

Acara diawali dengan pembacaan Ayat Suci Al-Quran oleh Abbas dilanjutkan presentator mempresentasikan hasil bacaannya. Untuk menggantikan presentator yang berhalangan hadir, Faris Irfanuddin tampil melengkapi.

Diskusi yang berjalan lebih bersifat monolog, artinya tidak terjadi tanya jawab disana. Lalu ta'lim ditutup dengan mendiskusikan buku apa yang akan dikaji berikutnya. Terpilihlah buku Dr. Jeje Zaenuddin berjudul "Metode dan Strategi Penerapan Syariat Islam di Indonesia".

"Semoga kedepannya bisa lebih baik lagi." Pungkas Rona. *

Friday, 21 October 2016

Radikalisme Agama Tanggungjawab Kita Bersama


Oleh : Faris Irfanuddin
Dalam ranah medis, seorang dokter jika ingin mengobati pasien, ia terlebih dahulu mendiagnosa dua hal mendasar. Pertama Penyebab dan kedua Gejala. Penyebab adalah inti dari permasalahan yang diderita pasien sementara gejala adalah efek yang timbul. Seorang pasien penderita batuk disebabkan terlalu banyak mengkonsumsi makanan berminyak misalnya. Maka, berlebihan dalam konsumsi makanan berminyak adalah penyebab dan batuk adalah gejala. Dokter lalu memberikan resep sekaligus menasehati pasien supaya mengurangi konsumsi makanan berminyak. Tentu resep dan nasehat yang diberikan berbeda jika penyebabnya hal lain. Dari sini bisa kita tangkap urgensi dalam menentukan mana penyebab mana gejala.
Dari analogi diatas dapat kita tarik satu pertanyaan mendasar terkait tema yang sedang kita diskusikan: Radikalisme Agama, Penyebab atau Gejala ?. Sebelum lebih jauh mendiskusikan persoalan ini ada baiknya kita menyamakan persepsi terlebih dahulu. Sejak dini alangkah baiknya jika kita sepakat bahwa kitalah ‘dokter’ yang memikul tanggung jawab untuk mengobati Bangsa Indonesia. Atau meminjam istilah Bpk. Anies Baswedan, kita harus turun tangan bersama melunasi janji kemerdekaan Bangsa Indonesia. Salah satu janji itu adalah menjaga integritas bangsa ini.
Setidaknya ada dua pendekatan untuk menemukan jawaban diatas. Pertama, pendekatan tekstual. Maksudnya adalah kita cek dan teliti dalam teks-teks agama, adakah teks yang secara tersirat maupun tersurat memerintahkan atau menganjurkan penganutnya melakukan tidakan radikal ? Dalam teks Al-Quran, sebagai kitab pedoman umat islam yang merupakan mayoritas di Indonesia, tidak kita temukan perintah maupun anjuran itu. Yang ada justru perintah untuk berbuat baik sesama manusia, berlaku adil dan sebagainya yang mencerminkan budi pekerti luhur. Memang di dalam Al-Quran terdapat ayat tentang perintah untuk memerangi orang kafir dan sebagainya yang barangkali oleh sebagian orang yang belum faham terdengar ekstrim atau radikal . Tetapi itu semua baru dapat dilaksanakan jika syarat-syaratnya terpenuhi, bukan diinterpretasikan seenaknya semau kita.
Kedua, pendekatan realitas sosial. Realitanya hari ini di negeri kita banyak kelompok-kelompok yang menjadikan agama sebagai landasan ideologi dalam setiap gerak aktifitasnya justru melakukan tindakan-tindakan yang kontradiktif dengan apa yang agama ajarkan. Dan yang perlu digaris bawahi adalah aksi-aksi radikal ini tidak muncul begitu saja tanpa sebab, justru lebih kepada reaksi atau respon terhadap tindakan, pernyataan atau kebijakan yang memicu munculnya desakralisasi agama. Motifnya mungkin berbeda-beda tergantung kepada apa yang disaksikan dari realita yang ada dan difahami dari tekstual yang tersedia.
Dari dua pendekatan ini dapat kita tarik jawaban dari soal diatas bahwa radikalisme agama bukan penyebab tetapi gejala. Lantas apa penyebabnya ? Masih dari dua pendekatan diatas, ada dua inti penyebab. Kesatu, merajalelanya kedzaliman serta tidak ditegakkanya keadilan. Seperti dipaparkan diatas, teks-teks Al-Quran sangat menghendaki ditegakkanya keadilan serta mengutuk segala bentuk kedzaliman. Dalam hal ini setiap komponen Bangsa Indonesia, tidak hanya pemerintah tetapi semuanya memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjadikan keadilan sebagai ruh Indonesia serta menjaga integritas bangsa ini. Kedua, pemahaman keliru atas teks-teks agama. Untuk yang satu ini tanggung jawab besar diamanahkan kepada para Ulama-tokoh agama yang bertugas menterjemahkan pesan-pesan Ilahi kepada masyarakat. Lalu jika terjadi penyimpangan atau penyelewengan oleh ulama-tokoh agama atas teks-teks agama ini maka kita, lagi-lagi meminjam istilah Bpk. Anies Baswedan tidak boleh diam dan mendiamkanya. Dua hal ini jika dapat kita sembuhkan, maka polemik radikalisme agama dapat terselesaikan dan dengan itu ancaman akan integritas bangsa satu-persatu dapat teratasi.

Monday, 17 October 2016

Struktur Pengurus PWK PII Mesir Periode 2016-2018

Struktur Pengurus Perwakilan Wilayah
Pelajar Islam Indonesia (PWK-PII )
Republik Arab Mesir Masa Jihad 2016-2018

Ketua Umum                 : Rona Rohmana
Kabid Kaderisasi           : Tareq Albana
Kabid PPO                     : Zia Ulkautsar
Kabid KU                        : Afkar Fathoni


Sekretaris 1                   : Faris Irfanuddin
Sekretaris 2                   : Anugrah Abiyyu

Bendahara 1                  : Muhammad Jirjis Jaenujis
Bendahara 2                  : Nurmila Mar'atus sholihah


Dept. Training, Kursus dan Ta'lim      : Rizki Aslam
                                                               : Anna Qonita Tamami

Dept. Pengembangan Skill                   : Ardi Manda Putra
                                                                 : Mustakim Lukman

Dept. Kajian dan Pustaka                       : Muhammad Fatih Al Haq
                                                                  : Manar Fathoni

Dept. Media dan Informatika                 : Fahmi Rizki Maulana

BO PII Wati

Ketua                                                         : Putri Azzahra
Sekretaris                                                  : Fatimah Darsan
Bendahara                                                 : Lella Fidela

Departemen Kajian Keputrian                 : Siti Husniati
                                                                    : Afifah Abqoriyyah
                                                                    : Izzah  



Struktur Pengurus PWK PII Mesir Periode 2016-2018

Struktur Pengurus Perwakilan Wilayah
Pelajar Islam Indonesia (PWK-PII )
Republik Arab Mesir Masa Jihad 2016-2018

Ketua Umum                 : Rona Rohmana
Kabid Kaderisasi           : Tareq Albana
Kabid PPO                     : Zia Ulkautsar
Kabid KU                        : Afkar Fathoni


Sekretaris 1                   : Faris Irfanuddin
Sekretaris 2                   : Anugrah Abiyyu

Bendahara 1                  : Muhammad Jirjis Jaenujis
Bendahara 2                  : Nurmila Mar'atus sholihah


Dept. Training, Kursus dan Ta'lim      : Rizki Aslam
                                                               : Anna Qonita Tamami

Dept. Pengembangan Skill                   : Ardi Manda Putra
                                                                 : Mustakim Lukman

Dept. Kajian dan Pustaka                       : Muhammad Fatih Al Haq
                                                                  : Manar Fathoni

Dept. Media dan Informatika                 : Fahmi Rizki Maulana

BO PII Wati

Ketua                                                         : Putri Azzahra
Sekretaris                                                  : Fatimah Darsan
Bendahara                                                 : Lella Fidela

Departemen Kajian Keputrian                 : Siti Husniati
                                                                    : Afifah Abqoriyyah
                                                                    : Izzah  



Peran Pendidikan dan Kebudayaan di Era Kebebasan Informasi




Dalam kehidupan  sehari hari kita tak bisa  luput dari tekhnologi dan informasi, dimana informasi dapat kita akses melalui berbagai media yang sudah serba canggih, dengan hanya menggunakan jempol saja kita bisa mengetahui berbagai informasi di seluruh belahan dunia, bahkan banyak media  yang menyajikan informasi secara live. Suatu kejadian di dunia luar bisa kita akses secara langsung tanpa harus pergi ke tempat kejadian, dengan kemudahan tersebut  memungkinkan setiap lapisan masyarakat untuk mendapatkan informasi seluas luasnya. 

Dengan demikian, dapat kita katakan pada situasi seperti ini informasi sudah sangat bebas didapatkan oleh seluruh lapisan masyarakat, dapat diakses oleh siapapun dengan berbagai media yang canggih seperti smartphone yang sudah dilengkapi dengan berbagai fitur berita yang gampang untuk diakses. Kebebasan informasi ini dapat berdampak baik bagi kehidupan bermasyarakat  dan sebaliknya, kebebasan informasi ini  juga dapat menimbulkan keburukan yang menghancurkan tatanan masyarkat. 

Informasi yang bebas ini akan berdampak buruk bagi tatanan kehidupan yang ada di masyarakat jika tidak digunakan dengan baik, informasi juga tidak selamanya benar sehingga perlu pengamatan yang baik, dalam istilah islam dikatakan dengan Tabayun. Informasi tidak dilakukan pengamatan terlebih dahulu maka akan mengakibatkan seseorang  membenci orang lain, atau satu kelompok akan saling memojokan kelompok lainya hanya karena informasi yang dia dapatkan tidak diolah terlebih dahulu.

Lalu jika demikian, perlu ada nya hal yang membatasi kebebasan informasi ini. Banyak hal yang dapat membatasi kebebasan Informasi, diantara nya adalah pendidikan dan kebudayaan.
Dictionary of education menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses dimana seseoarang mengembangkan kemampuan  sikap dan bentuk bentuk tingkah laku lainya di dalam masyarakat dimana ia hidup, proses social dimana orang dihadapkan pada pengaruh UU RI Nomor 20 tahun 2003 mendefinisikan : Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 

Dari pemaparan diatas maka dapat kita ambil gambaran bahwa dalam hal ini pendidikan memiliki tujuan yang jelas untuk menjadikan suatu tatanan msyarakat tetap stabil meskipun  Era bebas informasi ini dapat dikatakan sebagai ancaman bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Dengan adanya pendidikan yang terencana dilakukan dengan kesadaran dan berkelanjutan maka dapat dipastikan pendidikan akan memberikan tali kendali buat para pengkonsumsi informasi.

Dalam hal ini, kebudayaan pun memiliki peran penting untuk mengendalikan dan membatasi bebasnya informasi. Hal ini tercermin dari apa yang di definisikan oleh Parsudi suparlan yang mengatakan bahwa : kebudayaan didefinisikan sebagai seluruh pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan  lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan bagi tingkah laku nya. 

Dengan demikian maka Pendidikan dan kebudayaan memegang teguh peranan penting untuk menghadapi bebasnya informasi pada zaman sekarang ini. Agar informasi dapat digunakan dengan tepat dan disikapi dengan sebaik baiknya sikap. Sehingga diharapkan dapat membantu melindungi moral bangsa dan meningkatkan kualitas pengetahuan masyarakat nya dengan informasi-informasi yang didapatkan nya. 


Jika kita tarik kesimpulan, maka pendidikan dan kebudayaan di Era Bebas Informasi ini memiliki  peran penting, diantara peran peran tersebut antara lain :

A.      Sebagai alat untuk mempertahankan identitas bangsa

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beraneka ragam budaya dan  dikenal sebagai bangsa yang memiliki akhlak mulia, beradab, ramah dan memiliki tatakrama. Nilai luhur ini kemudian menjadi jati diri bangsa Indonesia, jati diri bangsa ini bisa hilang dengan bebas nya mengkonsumsi informasi, para pemuda yang harus nya menjunjung nilai budaya Indonesia, mereka malah bangga dengan budaya budaya luar yang tidak sesuai dengan budaya bangsa kita. Jika bukan dengan pendidikan dan kebudayaan maka hal ini tidak akan bisa dihindari, namun dengan menanamkan nilai niai luhur bangsa kepada masyarakatnya melalui pendidikan dan kebudayaan maka diharapkan identitas bangsa ini dapat dipertahankan.

B.      Sebagai pengendali tindakan seseorang
Masyarakat yang terdidik dan hidup dengan budaya yang memiliki nilai luhur akan melahirkan masyarakat yang terkendali dalam tindakannya sehingga dia akan bisa menyaring memilah dan memilih informasi yang dia konsumsi.

C.      Sebagai alat untuk menanamkan sikap tanggung jawab.
Setiap tindakan yang dilakukan oleh pribadi ataupun kelompok tentu memiliki konsekuensi yang harus dipertanggung jawabkan, dan sikap tanggung jawab ini ditanamkan melalui pendidikan dan kebudayaan seperti dikatakan oleh M.J. Langeveld “Pendidikan merupakan upaya dalam membimbing manusia yang belum dewasa kearah kedewasaan. Pendidikan adalah suatu usaha dalam menolong anak untuk melakukan tugas tugas hidupnya agar mandiri dan bertanggung jawab secara susila. Pendidikan juga diartikan sebagai usaha untuk mencapai penentuan diri dan tanggung jawab.

Dari uraian diatas kita mengetahui betapa penting nya peran pendidikan dan kebudayaan dalam mempertahankan jati diri bangsa ini, melindungi masyarakatnya di Era Bebas Informasi agar tidak terpengaruh dengan budaya budaya luar yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia, juga memberikan kendali atas tindak tanduk masyarkatnya, menanamkan rasa tanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya sehingga diharpkan bangsa dan negara ini dapat tetap menjunjung nilai nilai budaya dan cerdas dalam meilih informasi sehingga kestabilan kehidupan bermasyarakat dapat terjaga dan terpelihara.