Redaksi Menerima kiriman tulisan baik opini, artikel dan lain-lain
Tulisan bisa dikirim via email ke alamat : pwkpii.mesir@gmail.com
Jazakumullah khairan katsiran

Friday 21 October 2016

Radikalisme Agama Tanggungjawab Kita Bersama


Oleh : Faris Irfanuddin
Dalam ranah medis, seorang dokter jika ingin mengobati pasien, ia terlebih dahulu mendiagnosa dua hal mendasar. Pertama Penyebab dan kedua Gejala. Penyebab adalah inti dari permasalahan yang diderita pasien sementara gejala adalah efek yang timbul. Seorang pasien penderita batuk disebabkan terlalu banyak mengkonsumsi makanan berminyak misalnya. Maka, berlebihan dalam konsumsi makanan berminyak adalah penyebab dan batuk adalah gejala. Dokter lalu memberikan resep sekaligus menasehati pasien supaya mengurangi konsumsi makanan berminyak. Tentu resep dan nasehat yang diberikan berbeda jika penyebabnya hal lain. Dari sini bisa kita tangkap urgensi dalam menentukan mana penyebab mana gejala.
Dari analogi diatas dapat kita tarik satu pertanyaan mendasar terkait tema yang sedang kita diskusikan: Radikalisme Agama, Penyebab atau Gejala ?. Sebelum lebih jauh mendiskusikan persoalan ini ada baiknya kita menyamakan persepsi terlebih dahulu. Sejak dini alangkah baiknya jika kita sepakat bahwa kitalah ‘dokter’ yang memikul tanggung jawab untuk mengobati Bangsa Indonesia. Atau meminjam istilah Bpk. Anies Baswedan, kita harus turun tangan bersama melunasi janji kemerdekaan Bangsa Indonesia. Salah satu janji itu adalah menjaga integritas bangsa ini.
Setidaknya ada dua pendekatan untuk menemukan jawaban diatas. Pertama, pendekatan tekstual. Maksudnya adalah kita cek dan teliti dalam teks-teks agama, adakah teks yang secara tersirat maupun tersurat memerintahkan atau menganjurkan penganutnya melakukan tidakan radikal ? Dalam teks Al-Quran, sebagai kitab pedoman umat islam yang merupakan mayoritas di Indonesia, tidak kita temukan perintah maupun anjuran itu. Yang ada justru perintah untuk berbuat baik sesama manusia, berlaku adil dan sebagainya yang mencerminkan budi pekerti luhur. Memang di dalam Al-Quran terdapat ayat tentang perintah untuk memerangi orang kafir dan sebagainya yang barangkali oleh sebagian orang yang belum faham terdengar ekstrim atau radikal . Tetapi itu semua baru dapat dilaksanakan jika syarat-syaratnya terpenuhi, bukan diinterpretasikan seenaknya semau kita.
Kedua, pendekatan realitas sosial. Realitanya hari ini di negeri kita banyak kelompok-kelompok yang menjadikan agama sebagai landasan ideologi dalam setiap gerak aktifitasnya justru melakukan tindakan-tindakan yang kontradiktif dengan apa yang agama ajarkan. Dan yang perlu digaris bawahi adalah aksi-aksi radikal ini tidak muncul begitu saja tanpa sebab, justru lebih kepada reaksi atau respon terhadap tindakan, pernyataan atau kebijakan yang memicu munculnya desakralisasi agama. Motifnya mungkin berbeda-beda tergantung kepada apa yang disaksikan dari realita yang ada dan difahami dari tekstual yang tersedia.
Dari dua pendekatan ini dapat kita tarik jawaban dari soal diatas bahwa radikalisme agama bukan penyebab tetapi gejala. Lantas apa penyebabnya ? Masih dari dua pendekatan diatas, ada dua inti penyebab. Kesatu, merajalelanya kedzaliman serta tidak ditegakkanya keadilan. Seperti dipaparkan diatas, teks-teks Al-Quran sangat menghendaki ditegakkanya keadilan serta mengutuk segala bentuk kedzaliman. Dalam hal ini setiap komponen Bangsa Indonesia, tidak hanya pemerintah tetapi semuanya memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjadikan keadilan sebagai ruh Indonesia serta menjaga integritas bangsa ini. Kedua, pemahaman keliru atas teks-teks agama. Untuk yang satu ini tanggung jawab besar diamanahkan kepada para Ulama-tokoh agama yang bertugas menterjemahkan pesan-pesan Ilahi kepada masyarakat. Lalu jika terjadi penyimpangan atau penyelewengan oleh ulama-tokoh agama atas teks-teks agama ini maka kita, lagi-lagi meminjam istilah Bpk. Anies Baswedan tidak boleh diam dan mendiamkanya. Dua hal ini jika dapat kita sembuhkan, maka polemik radikalisme agama dapat terselesaikan dan dengan itu ancaman akan integritas bangsa satu-persatu dapat teratasi.

0 comments:

Post a Comment