Redaksi Menerima kiriman tulisan baik opini, artikel dan lain-lain
Tulisan bisa dikirim via email ke alamat : pwkpii.mesir@gmail.com
Jazakumullah khairan katsiran

Friday 17 June 2011

Pentas muslimah Sebagai aset dakwah


Sifat Islam sebagai agama fitrah yang hadir berupa panduan untuk seluruh manusia, baik lelaki maupun perempuan menunjukan bukti yang nyata wujud dari sebuah tanggungjawab kekhalifahan di muka bumi ini. Petunjuk tersebut dapat kita temukan dalam kitab suci Al-Quran bahwa Mayoritas dari setiap perintah keagamaan bersifat ijmaly (umum) yang merangkum kaum lelaki dan perempuan, seperti halnya Islam pun tidak sama sekali membedakan antara mereka dari segi tanggungjawab di atas bumi juga pembalasan di akhirat nanti.
Kontribusi muslimah di dalam gerakan dakwah menjadi  sesuatu yang tidak dapat dinafikan lagi. Contoh ini telah dibuktikan oleh para muslimah terdahulu seperti Khadijah binti Khuwailid sebagai perempuan pertama yang menyambut seruan Iman dan Islam, Aisyah binti Abu Bakar sebagai salah satu gudang ilmu, Ummu Ammarah Nusaibah binti Ka’ab yang mati-matian di medan Uhud dan beberapa kali terlibat dalam peperangan khususnya bagian logistik dan medis , Sumaiyah binti khubath, orang pertama yang mendapat gelar syahidah seorang budak perempuan dari Mekkah yang dinikahi oleh seorang Yasir bin Amir bin Malik. Sumayyah menjadi syahidah ketika ia menentang umpatan dan sumpah serapah Abu Jahal yang mengolok-olok Rasulullah saw, sejarah diatas adalah bukti konkret bahwa peran muslimah memiliki cakupan jauh lebih luas dari hanya sekadar beroperasi di dalam rumahnya.
Namun legalitas tersebut bukan sebagai dalih atas ideologi baru seputar dunia wanita, jika kita mereview kembali muslimah pada era kekinian, tidak sedikit yang telah terkontaminasi oleh corak globalisasi yang tidak terfilter dengan baik, corak ini terlihat dari munculnya ide-ide emansipasi dan feminisme negatif  yang demikian santer di dunia bagian barat, erat kaitannya dengan Women Liberation movement ( gerakan pembebasan wanita ). Gerakan ini dikenal dengan sebutan “ Women’s Lib ( WL ) kedua  ideologi tersebut seringkali membuyarkan peran strategis wanita muslim sebagai aset dakwah yang tidak melulu harus dikolerasikan dengan ragam aktifitas yang ingin disejajarkan dengan laki-laki saja, tapi lebih dari itu yakni kembali kepada diri muslimah sendiri, kesadaran akan kodratnya sehingga gerak-gerik yang ia hasilkan selalu berlandaskan islam. Lazimnya perempuan=perempuan muslim tidak perlu resah, karena islam sejatinya sangat memuliakan wanita serta memberikan hak-haknya di ranah keagamaan, intelektual juga sosial.
Ada beherapa pilar yang dapat dijadikan sandaran bagi muslimah untuk berkiprah dalam lapangan dakwah di masyarakat:
Pertama, Pria dan wanita memiliki derajat hak dan tanggung jawab yang sama disisi Allah Ta’ala. Namun jangan beranggapan bahwa persamaaan ini juga mcnuntut tugas yang sama. kcduanya bagaikan dua bintang yang berada dalam orbit berbeda. namun saling melengkapi. Untuk itu, keduanya pun harus memiliki bekal yang cukup sehingga tugas yang diletakkan pada pundaknya dapat terlaksana.
Kedua, pria dan wanita diberi bekal fitrah dan potensi yang sama. Saat Allah Ta’ala menciptakan manusia, tak pernah dibedakan apakah ia perempuan atau laki-laki. Karena itu, peluang perempuan untuk berprestasi terbuka sama lebarnya dengan laki–laki. Tinggal sekali lagi, tentu keduanya berada pada orbit masing-masing.
Maka tak heran jika Rasulullah saw memuji wanita Anshar yang giat bertanya: ,,Allah akan merahmati wanita Anshar, mereka tidak malu-malu lagi mempelajari agama.”
Ketiga, wanita islam haruslah wanita yang penuh dengan vitalitas dan kerja nyata. Rasulullah saw menganjurkan agar kaum wanita selalu berkarya,”Sebaik–baik canda seorang mukminah di rumahnya adalah bertenun.” (Asadul Ghabah, jilid 1 hal.241)
Qailah Al-Anmariyah, seorang sahabiyah yang juga pedagang, pernah bertanya pada Rasul: ,,Ya Rasulullah, saya ini seorang pedagang. Apabila saya mau menjual barang, saya tinggikan harganya di atas yang diinginkan, dan apabila saya membeli saya tawar ia di bawah yang ingin saya bayar. Maka Rasul menjawab,” Ya, Qailah! Janganlah kau berbuat begitu. kalau mau beli, tawarlah yang wajar sesuai yang kau inginkan. dikasih atau ditolak.”  Islam tidak melarang seorang wanita menjadi dokter, guru sekolah, tokoh masyarakat, perawat, peneliti dalam berbagal bidang ilmu, penulis, penjahit serta profesi lain sepanjang itu tidak bertentangan dcngan kodrat kewanitaanya.
Keempat, hendaknya aktivitas di berbagai bidang itu tidak melupakan tugas utama seorang wanita  sebagai  penanggung-jawab masalah kerumah-tanggaan
Jika keserasian ini terjaga, maka tak hanya ummat Islam yang heruntung karena mendapat tambahan tenaga dan partner baru dalam berjuang, di samping itu pula kita menyadari bahwa tanggungjawab yang kita pikul lebih besar dari kapasitas kemampuan yang kita miliki, oleh karenanya posisi manusia sebagai mahluk sosial yang tidak dapat hidup secara individualis menunjukan perlunya kerjasama dan kebersamaan (jamaah) dalam upaya  mendukung ruang gerak dakwah kita, agar senantiasa mengantarkan kepada clta-cita menegakkan kalimat Allah, begitupun cita-cita Islam tidak akan tercapai jika kita hanya menyatakan bahwa Islam itu benar, indah dan sempurna tetapi kebenaran, keindahan dan kesempurnaan itu tidak kita perjuangkan dan kita dakwahkan. Semoga Allah Ta’ala selalu menyertai langkah kita semua. Amilin
*oleh : Marisa Pitria
Ketua IV Bidang PII Wati
Perwakilan PII Mesir 2010-2012
*Tulisan ini juga di muat di Buletin “Musafir” PWK PII Mesir Edisi Desember 2010

0 comments:

Post a Comment