Redaksi Menerima kiriman tulisan baik opini, artikel dan lain-lain
Tulisan bisa dikirim via email ke alamat : pwkpii.mesir@gmail.com
Jazakumullah khairan katsiran

Friday, 17 June 2011

Belajar Menerima Kesalahan Sendiri

Mungkin diantara pekerjaan yang mudah dilakukan di dunia ini adalah Menuding alias menyalahkan orang lain atas setiap kegagalan yang terjadi.Pengkambing hitaman terhadap seseorang tak jarang menjadi reaksi kita pertama kali ketika melakukan kesalahan.Yah kesalahan apapun itu,baik dari yang tarafnya “sepele” seperti gagal dalam ulangan harian,kalah main kelereng,terjatuh dari sepeda ,sampai yang masuk daerah “serius” seperti masalah pekerjaan,keretakan rumah tangga dan hubungan sosial kemasyarakatan.Selalu ada saja orang yang kita anggap ikut andil dalam proses kegagalan tersebut.


Saya sendiri teringat,dahulu ketika masih berseragam putih biru dan duduk dibangku salah satu pesantren ternama di kota Bukittinggi.Waktu itu saya hidup di kos-kosan bersama dengan beberapa teman dari daerah-daerah lain.Suatu malam terjadi hubungan pendek di Kamar saya yang membuat lampu kamar saya mati.Karena memiliki bakat dalam dunia “perlistrikan” saya kemudian mencoba memperbaiki kabel sambungan lampu tersebut,sambil mengkreasikannya dengan membuat lampu-lampu kecil warna-warni dengan daya kurang dibawah 5 watt.Pengerjaan tersebut pun hanya di terangi dengan sebatang lilin.

Beberapa teman pun kemudian masuk ke kamar,melihat-lihat proses kerja saya.Sayang beberapa teman kemudian mengeluarkan komentar-komentar yang membuat konsentrasi saya hilang.Walhasil ketika lampu tersebut saya colokan kembali,lampu utamanya berhasil hidup dan menerangi kamar saya,namun lampu kecil warna-warni yang saya kreasikan ternyata tidak hidup dengan sempurna,bahkan ada yang hangus terbakar tak tahu kenapa.Saya kemudian langsung menyalahkan teman saya yang mengganggu konsentrasi saya tadi.Bahkan karena emosi saya yang meledak waktu itu-mungkin faktor kecewa plus capek- bogem mentah pun saya layangkan ke muka dan kepala teman saya tersebut.Dan malam itu pun terjadi drama action martial art di kamar saya sebelum dilerai oleh teman-teman yang lain.

Pengalaman saya diatas mungkin menjadi salah satu kisah kecil penudingan dari sekian juta kisah lain yang mungkin terjadi di dunia ini.Di sekolah misalnya,ketika angka 4 tertera dalam lembaran jawaban ujian fisika,dengan mudah kita berkata “guru tak Becus mengajar” atau “Apa yang diajarkan guru berbeda dengan yang diujikan” atau bahkan “Memang,guru fisika itu sudah lama sentiment dengan saya”.Ketika gagal dalam Ujian naik kelas,mulut kita seakan respon berujar “ Bagaimana tidak gagal,sarana dan prasarana yang mendukung pembelajaran tidak lengkap di sekolah ini “ atau “ Maklumlah suasana kelas ga mendukung untuk konsentrasi belajar “.

Ketika kita bekerja dan terlambat dalam memberikan laporan tugas kepada atasan,komputer pun jadi sasaran “ ah dasar komputernya soak,error melulu,mana printernya ngadat lagi”.Tugas makalah kelompok yang gagal presentasi yang mengakibatkan kita di evaluasi habis-habisan oleh Dosen,teman sekelompok pun dianggap biang kegagalan karena tidak kooperatif dan tidak banyak membantu.

Dalam kehidupan rumah tangga dan bermasyarakat pun tak jarang penudingan itu dilakukan.Anak menangis,mengadu kepada bapaknya bahwa dia dipukul oleh temannya.Tak ayal sang bapak pun mencak-mencak dengan bermacam-macam makian tanpa mau tahu siapa yang salah,dan siapa yang memulai.Kehancuran rumah tangga pun tak jarang memunculkan orang ketiga dan keempat yang dianggap biang kehancuran,padahal siapa tahu kealpaan – kealpaan serta kekurangan dalam pergaulan rumah tangga lah penyebab utama yang kemudian terlupakan.

Dalam berorganisasi pun sering terjadi demikian.Ketika ada kegiatan yang pengunjungnya sedikit,orang lain pun jadi sasaran,dianggap tidak mau mendukung kegiatan organisasi kita.Ketika ada kegagalan dalam pelaksanaan program kerja,partner pun jadi “korban”,dianggap tidak banyak andil dan lebih banyak kerja ga jelas.Dan masih banyak lagi contohnya.

Kita sering terlupakan bahwa seringkali kegagalan yang menimpa kita,ternyata tidak kita sikapi sebagaimana mestinya.Dengan spontan mulut kita langsung berujar,mencari kambing hitam atas setiap kesalahan.Padahal kalau kita telusuri lebih lanjut,ternyata kesalahan kita lah penyebab dari kegagalan tersebut.Kita bisa jadi alpa untuk mengantisipasi beberapa celah kesalahan sehingga tak jarang kegagalan tersebut murni kita lah penyebabnya.Sayangnya,seringkali pandangan dan pikiran yang jernih untuk melihat kegagalan tersebut, tertutupi rasa kecewa yang mendalam.Rasa tidak ingin disalahkan pun menjadi rentetan ketidak arifan dalam menyikapi kegagalan tersebut.Sikap defensif yang kita miliki pun akhirnya mengalahkan sikap untuk menerima kesalahan tersebut dengan arif dan menjadikannya pembelajaran kedepan.

***

Sikap menerima kesalahan sendiri dan mengambil pelajaran atas segala kegagalan yang terjadi semestinya mulai kita munculkan dan kita biasakan dalam kehidupan kita.Setidaknya hari ini mari kita usahakan untuk meminimalisirnya.Mari kita mulai dari diri sendiri,bertekad untuk tidak menuding orang lain tatkala ada kegagalan yang menimpa.Jadikan sikap menerima kesalahan sebagai langkah awal untuk meng’arifi seluruh episode kehidupan kita di dunia ini.

Dan tatkala kita mampu menerapkannya kedalam diri kita,ajaklah keluarga dan orang terdekat untuk melakukan hal yang sama.Saya terbayangkan sebuah komunitas masyarakat,terdiri dari orang-orang yang berani mengakui dan menerima kesalahannya serta menjadikan kesalahan dan kegagalan tersebut sebagai pembelajaran untuknya ketimbang menuding orang lain atas kesalahannya.Duh pasti nikmat hidup dalam komunitas seperti itu.Menikmati pergaulan dengan orang-orang yang secara berani bertanggung jawab atas segala kesalahan dan kegagalannya.Alangkah indahnya dan bahagianya hidup ini.

Mari kita mulai detik ini juga,belajar menerima kesalahan diri sendiri tanpa tudingan dan tanpa kambing hitam.Insya Allah kita bisa……

0 comments:

Post a Comment