Redaksi Menerima kiriman tulisan baik opini, artikel dan lain-lain
Tulisan bisa dikirim via email ke alamat : pwkpii.mesir@gmail.com
Jazakumullah khairan katsiran

Friday 17 June 2011

Kembali ke Idealita Sistem


Tulisan ringan,semoga jadi bahan renungan,di kala idealita sistem PII mulai mengalami degradasi penerapan Sistemnya (Kalaulah tanpa Sistem lantas apa yang Jadi Standar gerakan kita … ? )
Di suatu petang, saya sempat chating via yahoo messenger dengan salah seorang keluarga besar Pelajar Islam Indonesia ( PII ) yang berada di Indonesia.Obrolan yang diawali basa – basi santai antara seorang “alumni PII” dan aktifis PII ini lalu meningkat ke diskusi sederhana mengenai kondisi realita ummat islam di Indonesia.Seperti biasa,diskusi dengan Kader PII sangatlah menarik.Mengingat iklim intelektual yang selalu dibangun PII dalam setiap kegiatannya.Di akhir diskusi, kakanda keluarga besar tersebut  mengetikkan sebaris kalimat yang cukup menyentak perasaan saya “ 63 tahun lebih umur PII,hari ini apa lagi yang bisa PII berikan untuk ummat ? ”
Lembar sejarah Perjuangan Ummat Islam  Indonesia telah mengukir organisasi Pelajar Islam Indonesia ( PII ) sebagai salah satu aktor yang cukup banyak memberikan kontribusinya.Di tengah kegalauan Bangsa Indonesia yang masih sangat muda dan sarat dengan masalah, PII muncul untuk menjadi pemersatu antara barisan pelajar umum yang berorientasikan “dunia” dan kaum santri yang berorientasikan “akhirat”.Masjid Kauman Yogyakarta dan Jalan Margomulyo nomor 8 pun menjadi saksi kebangkitan PII waktu itu.
PII pun turut andil menumpas gerakan Komunis PKI yang dipimpin Muso di Madiun.PII dengan sayap brigadenya juga ambil bagian dalam melawan agresi belanda II.Bahkan PKI pun menjadikan PII sebagai “musuh alami ”nya yang mereka buktikan dengan peristiwa Kanigoro (kanigoro affair).Sebuah peristiwa dimana massa PKI dengan beringas menyerbu lokasi pengkaderan PII di sebuah masjid di Kanigoro yang tujuannya untuk menciutkan nyali para kader PII.Namun bukannya takut,PII malah semakin menegaskan kesungguhannya dalam memperjuangkan eksistensi Islam dan Indonesia.Jargon “Tandang ke gelanggang walau seseorang” pun dimunculkan waktu itu untuk membakar semangat kader PII dalam berjuang.
Perjuangan PII tetap berlanjut setelah kejadian Kanigoro affair tersebut.PII turut andil dalam gerakan eksponen 66 lewat KAPPI yang diketuai oleh Kanda Muhammad Husni Thamrin.Kader PII turun ke jalan,menyuarakan aspirasi rakyat yang selama ini terkekang oleh Demokrasi terpimpin ala Presiden Soekarno.PII lewat KAPPI pun turut membidani kelahiran TRITURA ( Tiga Tuntutan Rakyat ) yang menyuarakan perbaikan sistem di Indonesia.
Masa-masa selanjutnya,kader PII terus aktif berdakwah di segala penjuru nusantara.Menyiarkan islam ke berbagai pelosok negeri.Nilai – nilai intelektual ,akademik, dan Islami  memberikan nuansa tersendiri dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan PII.Bahkan ketika PII harus bergerak Underground/bawah tanah akibat dilarang pemerintah Soeharto yang waktu itu mewajibkan seluruh organisasi agar menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dimana PII memilih bertahan dengan asas Islamnya dan kemudian di bubarkan.
Sekarang masa-masa tersebut telah berlalu.Paska peristiwa jatuhnya orde baru tahun 1998,PII pun kembali muncul ke permukaan.Tiada lagi tentara,polisi ataupun intel yang setiap saat menggerebek lokasi kegiatan PII.Semua kegiatan PII bebas dilaksanakan tanpa ada yang melarang.Pertanyaan besar pun muncul melihat realita gerakan PII hari ini yang mulai lemah dan seolah kehilangan orientasi  “apa lagi yang bisa PII berikan untuk ummat hari ini? ”
***
Ilustrasi sejarah perjuangan PII diatas menunjukkan bahwa setiap zaman mempunyai masalah yang berbeda dimana PII harus selalu siap untuk menjawabnya.Masalah tidak bersifat abadi mengingat keberadaannya yang senantiasa berubah sesuai kondisi.Oleh karena itu diperlukan evaluasi dan pembenahan secara terus – menerus dan berulang-ulang agar PII dapat berbuat yang terbaik bagi ummat islam.
Tujuan PII “kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan islam bagi segenap rakyat indonesia dan ummat manusia” sejatinya menggambarkan sebuah sikap idealisme yang empiris dimana  PII senantiasa mengarahkan gerakannya kearah yang idealis namun tetap berpijak dengan realitas masalah sehingga muncul relevansi antara masalah yang terjadi dengan jawaban yang digagas oleh PII.
Ada beberapa hal pokok yang jadi pandangan kita dalam melihat kondisi  PII hari ini.Pertama,kualitas sumber daya kader.Tak bisa dipungkiri bahwa sebagus apapun sistem yang ada dalam tubuh PII,tetap tidak akan bisa berjalan dengan baik kalau kader penggeraknya tidak mumpuni.Oleh karena itu perlunya diadakan kaderisasi yang benar-benar menciptakan kader militan dan mumpuni dalam menjalankan roda organisasi.Hal inilah yang kemudian menjadi persoalan PII hari ini dimana kaderisasi cenderung lamban dan menurun kualitasnya.PII hari ini seringkali lebih mementingkan kuantitas ketimbang kualitas,akibatnya fatal.Roda organisasi berjalan tidak lancar dan semakin hari pun kualitas kader menjadi tambah turun.Kita bisa lihat dari setiap proses kaderisasi yang ada.Training yang di luar standar ditambah dengan ta’lim dan kursus yang tidak berjalan membuat gerak PII semakin pincang.
Kedua,kemampuan organisasi PII untuk menganalisa dan menjawab tantangan.Harus diakui bahwa kualitas analisa dan gerak nyata merupakan kekuatan PII dalam melakukan setiap gerakan.Sayang,lemahnya pelaksanaan kaderisasi berimplikasi pada tubuh organisasi dimana kader-kader yang menjadi penggerak tidak cukup mampu dalam menganalisa kebutuhan sosial,bahkan untuk melakukan sebuah gerakan.Sehingga seringkali gerakan yang dimunculkan PII di tingkat daerah dan Nasional cenderung tidak menghasilkan kontribusi nyata.
Oleh karena itu,PII sebagai organisasi yang gerakannya bertumpu pada  para kadernya, harus kembali ke idealita sistem.Harus kita sadari bahwa kebanyakan kita terlalu sering melanggar sistem yang ada dalam PII.Baik itu sistem kaderisasi (implementasi ta’dib) maupun sistem organisasi.Kasus-kasus seperti percepatan kaderisasi (kader karbitan) maupun lemahnya daya kontrol organisasi terhadap kader sudah saatnya untuk kita benahi.
Sistem ta’dib (training,ta’lim dan kursus) sejatinya sudah cukup ideal,namun dalam pelaksanaan seringkali ada yang terlupakan ataupun ditoleransi melewati batas.Sebut saja kasus – kasus kader intermediate training maupun advance training yang lulus di luar standar,Kader-kader paska training yang tanpa follow up ,serta ta’lim dan kursus yang sangat jarang dilaksanakan.Untuk itu kedepan perlunya sikap idealis kita dalam mengimplementasikan sistem ta’dib secara komprehensif agar kader yang dihasilkan benar-benar mumpuni.
Begitu juga dengan kontrol organisasi terhadap kader.Masalah-masalah kuno yang cukup membuat PII hari ini dipandang sebelah mata seperti kader PII yang perokok,yang bermasalah di sekolah,yang  pemalas,bahkan yang pacaran semestinya mulai dikritisi dan ditindak dari sekarang.
Tentunya diperlukan kesadaran massif dari seluruh anggota dan kader PII dalam melaksanakan idealisasi sistem ini Agar ke depan PII bisa lebih meneguhkan posisinya sebagai salah satu aktor bangsa dan ummat islam yang berkontribusi nyata.Mengutip perkataan Rakanda Muh.Husni Thamrin dalam bukunya “Gerakan Eksponen ‘66” – Massa yang militan,dinamis,dan tidak destruktif tidak akan terbentuk tanpa menyiapkan pressure group dengan sebaik-baiknya,perlu waktu dan latihan-latihan serta pembinaan secara intens – mari bersama-sama kita wujudkan kader PII yang militan dan  dinamis dengan menerapkan sistem yang telah ada secara komprehensif.
*Oleh : Zamzami Saleh
Ketua Umum
Perwakilan PII Mesir 2010-2012
*Tulisan ini juga di muat di Buletin “Musafir” PWK PII Mesir Edisi Desember 2010

0 comments:

Post a Comment